Rabu, November 26, 2008

Krisis Global dan Krisis Kapitalisme (Part 2)

oleh ; *Andrew B.H.L

Dengan paparan tersebut diatas, coba dibayangkan, dengan resiko banyaknya kegagalan pembayaran hutang (default) di pasar sub-prime, maka akan semakin banyak nya properti yang akan dilempar ke pasar properti, sesuai dengan hukum supply-demand, semakin banyaknya persediaan (supply) maka harga properti di pasar properti di pasar properti akan semakin jatuh. Dan jikalau terjadi penurunan di pasar properti, maka bukan saja penyedia layanan hipotek sub-prime yang merugi, tetapi kini semua pihak yang membeli produk produk agunan akan merugi. Hal ini diperparah dengan kondisi masyarakat yang sudah konsumtif, maka pasar akan terus mengambang. Dan pada akhirnya akan menjungkir balikkan keseimbangan ekonomi.
Pada bulan Maret 2007, 25 perusahaan mortgagee menyatakan bangkrut, pada April 2007, New Century,Inc (mortgagee terbesar di AS) menyatakan bangkrut. Disusul kemudian dengan banyak lagi perusahaan yang bangkrut, salah satunya Meryl-Lynch, Lehman Brothers, AIG Groups, Northern Rock (Inggris), dan lain lain. Kepanikan terjadi di pasar, para investor menjual lebih banyak lagi saham demi mengimbangi kerugian, dan diperburuk lagi, tidak hanya menjual produk-produk sub-prime atau yang terkait dengannya, tetapi menjual apapun yang dapat dijual. Inilah yang menyebabkan jatuhnya seluruh harga saham dunia, bukan hanya saham yang terkait dengan sub-prime. Di saat yang bersamaan, bank bank diseluruh dunia (pada umumnya) mendanai pinjaman mereka kepada masyarakat dengan cara meminjam kepada bank lain atau mengumpulkan dari spekulasi di pasar uang. Pinjaman antar bank dilakukan perhitungannya per hari(daily basis) untuk menyeimbangkan pembukuan mereka. Ketika mengetahui bahwa MBS sub-prime juga berada di sektor perbankan, maka banyak pemberi pinjaman menghentikan pemberian pinjamannya. Dan karena banyak bank yang tidak benar benar mengetahui bank mana saja yang terserang krisis sub-prime, maka banyak menolak memberi pinjaman dana cairnya kepada bank lain. Inilah menyebabkan “credit crunch”, suatu kondisi dimana bank-bank mendapati keadaan bahwa tidak tersedianya kredit lagi. Demikianlah kira kira analisa bagaimana terjadinya krisis keuangan yang terjadi sekarang di dunia.
Dalam dunia kapitalisme, sektor finansial-lah yang menjadi mesin penggerak kekayaan. Kekayaan ini tidak serta merta dihasilkan dengan menghasilkan barang nyata, tetapi dengan menyediakan jasa dimana seseorang dapat bertaruh dalam harga berjangka suatu komoditas. Pertaruhannya dilakukan di pasar saham, yang pada awalnya diciptakan sebagai pertaruhan mengenai pergerakan harga saham di masa depan berbanding dengan untung/rugi suatu perusahaan. Indonesia dalam hal ini pun mengadopsi hal ini. Secara langsung pun hal ini berimbas terhadap perekonomian kita. Biarpun episentrum dari krisis ini terjadi di Amerika Serikat, tetapi di Indonesia goncangan nya pun tetap terasa.
Dengan paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa:
• Dalam kapitalisme, sektor ekonomi non riil (jasa) adalah basis utama ekonomi.
• Dengan sektor ekonomi non riil sebagai badan, maka konsumerisme adalah jantung untuk menggerakkannya.
• Dengan pola berbasiskan permintaan, bukan persediaan kita melakukan trade (perdagangan).
• Pemerintah tidak diizinkan untuk melakukan intervensi dalam hal apapun mengenai ekonomi, karena itu diklaim akan ”mengotori” kebebasan dalam ekonomi.
• Pemerintah tidak bisa melakukan proteksi terhadap produk dalam negeri dan selalu mengabaikan pasar domestik karena dianggap tidak menghasilkan profit yang signifikan dibandingkan dengan pasar global.
• Pemerintah Indonesia belum menemukan dan mengembangkan produk produk yang menjadi fundamen dalam perdagangan ekonomi dunia.
• Oleh karena itu, yang menjadi pemain dalam bidang ekonomi kapitalis adalah kaum pemilik modal, karena yang mampu untuk melaksanakan hal itu adalah kaum pemilik modal.
• Kaum pemilik modal akan semakin kaya, dan yang miskin akan selalu miskin dan semakin miskin, karena tidak akan pernah terjadi distribusi kekayaan. Distribusi yang terjadi pun hanya akan terjadi pada kaum pemilik modal tersebut.
Berdasarkan hal diatas, adalah hal yang wajar bagi Indonesia untuk mengubah pemahamannya dalam bidang ekonomi. Indonesia harus menjadikan sektor riil sebagai backbone perekonomian nya. Hal ini tidak hanya akan mengurangi konsumerisme, tetapi akan memicu tingkat produktifitas masyarakat. Produktifitas yang tinggi akan memunculkan produk produk yang akan menjadi komoditi utama dalam perdagangan dunia. Pemerintah dalam hal ini harus memproteksi komoditi yang menjadi basis produksinya ,melalui kebijakan dan program yang nyata. Sehingga yang terjadi adalah distribusi kekayaan yang merata, karena hanya yang bekerja yang akan memperoleh hasilnya, bukan hanya karena semata mata pemilik modal, atau karena dengan spekulasi (spekulan pada pasar saham/derivatif). Jadi Kapitalisme bukan lah jalan menuju kesejahteraan bangsa ini. Apakah sistem ekonomi Syariah? Apakah sistem ekonomi Pancasila? Apakah sistem ekonomi Sosialis? Kita-sebagai bagian dari bangsa Indonesia-harus mengkaji secara ilmiah apakah jalan yang terbaik untuk menuju kesejahteraan, sebagaimana apa yang dicita citakan pendahulu bangsa ini. Satu hal yang harus kita ingat sebagai pedoman dalam menentukan arah atau jalan adalah semuanya demi kemanusiaan.


Struggle for Freedom

*Ketua LMND Bandung

Tidak ada komentar: