Sabtu, Desember 20, 2008

Statemen EN-LMND Mengutuk Pembakaran 700 rumah Warga Oleh POLRI di Bengkalis, Riau








Statemen EN-LMND Mengutuk Pembakaran 700 rumah Warga Oleh POLRI di Bengkalis, Riau
Jumat, 19 Desember 2008

Nomor : 03/B/EN-LMND/Des-2008

Hal : Press Release

Lamp : -

Bukan Bom Napalm, Tapi Modal, teknologi, dan Sarana Produksi Bagi petani

Tangkap, adili, dan Hukum Seberat-beratnya Seluruh Personil POLRI yang terlibat Membakar Rumah-rumah Rakyat

Bekukan Aktifitas PT. Arara Abadi, Kembalikan Tanah Rakyat !

Hari kamis (18/12/08), 2 helikopter berputar-putar sambil menjatuhkan bom napalm, sebuah jenis bom yang dijatuhkan pasukan AS untuk membumihanguskan Vietnam, yang diarahkan kepada pemukiman penduduk Dusun Solok Bongkal, Desa Beringin, Kec. Pinggir, Bengkalis, Riau. Dalam sekejap, 700-an rumah warga hangus terbakar, belum lagi tanah pertanian, alat produksi, dan perabotan yang tak sempat diselamatkan. Bukan itu, 1000 preman plus 500an aparat bersenjata lengkap dikerahkan untuk menggempur warga yang ketakutan. Polisi melepaskan tembakan membabi buta yang bukan saja untuk menakut-nakuti warga, tetapi juga diarahkan kepada warga. Akibatnya, 2 orang warga terkena tembakan. Ironisnya, seorang bocah bernama Fitri (2th), yang karena ketakutan, akhirnya tewas terperosok di tanah. Dalam kejadian ini, sebanyak 200 warga ditahan di polsek Mandau, dan 400-an warga yang bersembunyi di hutan Kampung dalam, kini dikepung layaknya pemberontak oleh ratusan polisi ditambah preman. Ternyata, hasil kerjasama POLRI dengan kemiliteran AS adalah teknik menggukan bom napalm untuk membumi hanguskan rumah-rumah rakyat.

Tindakan brutal, dan melampaui batas kemanusiaan ini dilakukan oleh apparatus Negara, yaitu Kepolisian Republik Indonesia, yang tali sepatunya saja berasal dari duit rakyat. Anehnya, polisi yang bersama ribuan preman melakukan penggusuran tanpa mengantongi keputusan pengadilan, hanya berdasarkan pesanan (tentunya dengan sokongan duit) dari PT. Arara Abadi. Bagaimana mana polisi menjadi abdi hukum, jika hukum dengan mudah mereka injak untuk memuaskan pengusaha.

Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT Arara Abadi hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya. Tetapi dalam perkembangannya, PT Arara Abadi mengklaim kepemilikan atas lahan tersebut, dan terlebih pemerintah seolah lepas tangan, maka anak perusahaan Sinar Mas Group ini pun bertindak sewenang-wenang untuk mengusir warga, termasuk berkali-kali mengerahkan preman. Padahal, tanah seluas 5 ribu hektar ini sebenarnya merupakan tanah ulayat, yang secara histories tercatat dalam dokumen-dokumen resmi, bahkan mayoritas warga punya bukti kepemilikan terhadap lahan tersebut.

Sudah menjadi hukum tidak tertulis di negeri ini, bahwa pemerintah akan selalu menjadi pelayan bagi kepentingan pengusaha, dan aparatusnya (Polri dan pengadilan) akan menjadi tukang pukul alias preman berseragam dari fihak korporasi. kejadian-kejadian ini sudah berlansung cukup lama, dan terjadi di hampir semua daerah, tapi tidak juga ada keinginan DPR atau lembaga-lemabaga lain untuk mengusutnya.

Kini, dengan kejadian di Bengkalis Riau, kami menyatakan bahwa kampanye anti premanisme yang digalakkan Kapolri yang baru adalah bohong belaka. Mana mungkin mereka melawan premanisme, jika watak premanisme begitu lengket dengan institusi polri saat ini. Dan ternyata, slogan Polri yang berbunyi "pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat", diterjemahkan dengan berbagai bentuk aksi kekerasan teroganisir yang ditujukan kepada kelompok sipil. Alih-alih melindungi rakyat, malah rakyat merasa Polri sebagai musuh yang merusak hak-hak politik, hak berdemokrasi, dan hak untuk hidup.

Berdasarkan kenyataan diatas, maka Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) menyatakan sikap sebagai berikut;

  1. Mengutuk tindakan POLRI yang telah melakukan aksi kekerasan, menjatuhkan bom napalm, menembak, dan menangkap ratusan warga suluk Bongkal. Kami menuntut kepada Kapolri, demi membuktikan konsistensinya melawan premanisme dan memulihkan citra polri, agar segera memecat, mengadili, dan menghukum seberat-beratnya seluruh personilanya yang terlibat dalam kasus tersebut;
  2. Menuntut kepada Kapolri agar segera mencopot Kapolda Riau, dan menyeret ke pengadilan HAM, Direktur Reskrim Polda Riau, Alex mandalika, karena telah memimpin aksi kekerasan ini;
  3. Bekukan Aktifitas perusahaan PT. Arara Abadi, dengan terlebih dahulu mencabut izin usahanya, serta menangkap dan mengadili pimpinan perusahaan PT. Arara Abadi; Cabut SK Menteri Kehutanan nomor 743/Kpts-II/1996
  4. Kembalikan seluruh tanah ulayat milik warga suluk Bongkal; rehabilitasi rumag-rumahnya, serta berikan ganti rugi atas kerusakan alat produksi dan lahan pertanian mereka;
  5. Bebaskan seluruh 200 orang aktifis dan warga yang tertangkap tanpa syarat;
  6. Meminta kepada KOMNAS HAM agar segera turun ke lapangan, memeriksa, dan menyelidiki kasus pelanggaran HAM Berat yang sudah dilakukan oleh POLRI dan PT. Arara Abadi;

Demikian pernyataan ini kami buat. Tegakkan demokrasi dan kesejahteraan sekarang juga!

Jakarta, 19 Desember 2008

Bangun Dewan Mahasiswa, Rebut Demokrasi Sejati

Eksekutif Nasional

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

EN-LMND

Lalu Hilman Afriandi Agus Priyanto

Ketua Umum Pjs. Sekjend

Selasa, Desember 16, 2008

Statemen EN-LMND



Tolak Pengesahan RUU BHP; Hentikan Program Swastanisasi Kampus;
Jamin Pendidikan Gratis dan Berkualitas bagi Seluruh Rakyat

Pada hari ini, ratusan mahasiswa Unhas, Makassar, yang menggelar aksi menolak RUU BHP dan komersialisasi pendidikan direfresi oleh pihak kepolisian. Kejadian ini terjadi, tatkala ratusan mahasiswa Unhas yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tolak Badan Hukum Pendidikan (ALARAM) menggelar aksinya di depan pintu I kampus Unhas, jalan Perintis Kemerdekaan Km 10, Makasar. Polisi berdalih, aksi kekerasan ini dilakukan karena mahasiswa mengganggu lalu lintas di depan kampus. Tapi, disisi lain, pihak polisi sedang membela sebuah kebijakan neoliberal yang akan menendang orang miskin dari kampus. Akibat aksi brutal polisi, 6 orang mahasiswa ditangkap, dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.

Tindakan brutal kepolisian di sulsel bukan pertama kali, dan bukan kali ini saja berakhir bentrok, bahkan bukan hanya diarahkan kepada mahasiswa, tapi juga aksi-aksi rakyat yang lain, termasuk wartawan. Di Indonesia, tidak seperti yang diklaim pemerintah SBY-JK, bahwa kita sedang memasuki kehidupan demokratis, tetapi yang terjadi adalah pelembagaan aksi-aksi kekerasan, secara terorganisir, yang dilakukan oleh Negara dan alat-alatnya (apparatus).

RUU BHP, seperti yang ditolak oleh mahasiswa, merupakan sebuah kebijakan yang diintroduksikan oleh WTO melalui skema General Agreement on Trade and Service (GATS), yaitu sebuah skema liberalisasi sektor jasa, termasuk pendidikan, dimana peran swasta (sektor kapitalis) diperbesar, dan sebaliknya peran Negara dihilangkan. Sebelumnya, pemerintah telah memaksakan pilot projek BHMN-isasi di beberapa kampus di Indonesia (UI, ITB, UGM, IPB, Unhas, Unair,dll), yang mana hasilnya adalah membuat biaya pendidikan makin mahal, kualitas (mutu) semakin merosot, dan infrastruktur pendidikan makin rusak.

RUU BHP mendapat penolakan bukan saja oleh mahasiswa, tapi tidak sedikit pengamat pendidikan, politisi, seniman, bahkan tokoh pendidik. Upaya DPR dan pemerintah untuk secepatnya menggolkan kebijakan ini, tidak terlepas dari kepentingan asing dibelakangnya, yakni dari pemilik korporasi, para bankir, dll. Sebelumnya, DPR telah dipersalahkan karena mendapat suap dan sokongan dana dari USAID dalam penyusunan UU migas. Dan sekarang, seperti dugaan kami, kehendak kuat DPR mengesahkan RUU BHP karena ada desakan dan sokongan dari lembaga asing.

Jelas, bahwa RUU BHP bertentangan dengan pembukaan UUD 1945, yang berbunyi; “mewujudkan kesejahteraan umum dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa”, karena semangat pendidikan dalam sistim pasar dikendalikan oleh kehendak pemodal, bersifat diskriminatif, serta merendahkan aspek nasionalisme. Dalam Pasal 3 Ayat 4. Pasal 3 Ayat 4 RUU BHP sangat jelas bahwa semangat utama dari UU ini adalah swastanisasi pendidikan (baca;komersialisasi) karena negara di hapuskan tanggung jawabnya dan selajutnya di serahkan dalam mekanisme pasar. Posisi yayasan dalam lembaga BHP akan di lebur dengan badan yang disebut Majelis Wali Amanat (WMA), didalamnya adalah perwakilan anggota masyarakat (funding) yang notabene adalah bos-bos korporasi.

Memperhatikan hal tersebut, maka Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) menyatakan sikap;

1. Hentikan refresi terhadap aksi-aksi mahasiswa menentang neoliberalisme; tangkap dan adili polisi pelaku kekerasan terhadap aksi mahasiswa; copot Kapolda Sulsel dari Jabatannya;
2. bebaskan seluruh aktifis mahasiswa yang tertangkap; Buyung (perikanan), Ege (LMND), Ilo (teknik Sipil), Ilho (agrarian), Adnan (FIB), dan Kamal (Mesin).
3. Tolak Pengesahan RUU BHP; batalkan Perpress 77/2007, UU Sisdiknas, dan perundangan yang berbau neoliberalism;
4. Wujudkan layanan pendidikan gratis dan berkualitas, dengan jalan; menasionalisasi industri migas asing, penghapusan utang luar negeri, dan industrialisasi nasional untuk kesejahteraan rakyat;
5. Jangan pilih (tinggalkan) partai-partai dan politisi yang mendukung pengesahan RUU-BHP dan perundangan yang pro-neoliberalism;

Demikian statemen ini kami buat. Atas solidaritasnya, kami mengucapkan banyak terima kasih.
Jakarta, 16 Desember 2008

Bangun Dewan Mahasiswa, Rebut Demokrasi Sejati!

Eksekutif Nasional
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi


Lalu Hilman Afriandi Agus Priyanto
Ketua Umum Pjs. Sekjend

Layangkan surat protes anda:
POLDA Sulsel di email: sulsel@polri.go.id
Rektorat Unhas: Telp. (0411) 586200 psw. 1024 atau 586028,Telp./Faks. (0411) 586006.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kronologis

Penyerangan Aksi Aliansi Mahasiswa Tolak Badan Hukum Pendidikan (ALARAM) oleh Aparat Kepolisian di Depan Pintu I Kampus UNHAS, Makassar.

(16/12/08). Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tolak Badan Hukum Pendidikan (ALARAM) melakukan aksi di depan kampus Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar . Aksi yang di lakukan Mahasiswa ALARAM tersebut tiba-tiba mendapat serangan oleh aparat kepolisian dan perintis Makassar, yang berakhir dengan bentrokan antara pihak aparat kepolisian dan mahasiswa yang melakukan aksi tersebut.

Berikut kronologis Kejadian ;

09.30 : Mahasiswa(ALARAM) berkumpul di Titik Aksi, di Depan Pintu I kampus Universitas Hasanuddin Makassar (UNHAS).

10.02 : Mahasiswa (ALARAM) menyampaikan orasi-orasi politiknya di depan Pintu I kampus UNHAS , tentang penolakan mereka terhadap RUU BHP yang akan segera di Sah-kan.

10.15 : Mahasiswa (ALARAM) memblokir 1 ruas lajur jalan ( yang menuju jalan arah Daya) sebagai bentuk protes mereka terhadap kebijakan RUU BHP yang telah di usulkan oleh DPR dan pemerintah yang akan segera di sah-kan.

11.30 : Salah seorang Satpam Kampus UNHAS, tiba-tiba melakukan pemukulan terhadap salah satu mahasiswa yang melakukan aksi dan mengakibatkan luka-luka memar. Akibat pemukulan yang dilakukan satpam kampus tersebut akhirnya memicu kemarahan mahasiswa.

12.03 : Karena kemarahan mahasiswa akibat ulah Satpam Kampus Unhas tersebut memukuli salah satu peserta aksi, maka kawan-kawan mahasiswa kembali memblokir 1 ruas lajur jalan (yang menuju jalan arah daya).

12.15 : Tiba-tiba beberapa aparat perintis datang menyerang mahasiswa dengan menggunakan motornya.

12.40 : karena kemarahan kawan-kawan mahasiswa yang tiba-tiba diserang oleh aparat perintis,maka mereka kembali memblokir 1 ruas lajur jalan (yang menuju jalan arah daya).

12.55 : ketika kawan-kawan memblokir 1 ruas jalan (yang menuju arah daya), dan melakukan orasi-orasi, tiba-tiba datang sekumpulan aparat kepolisian, perintis, dan Intel melakukan penyerangan terhadap mahasiswa dan memburu mahasiswa sampai ke dalam kampus.

13.11 : Setelah sekumpulan aparat Kepolisian dan perintis melakukan penyerangannya terhadap mahasiswa sampai masuk ke dalam kampus, mahasiswa semakin bertambah banyak dan mereka kembali ke titik aksi (depan pintu I kampus UNHAS).

13.30 : ketika massa mahasiswa berkumpul kembali di depan pintu I kampus UNHAS, tiba-tiba terjadi lagi penyerangan oleh aparat kepolisian dan perintis yang di sertai dengan Tembakan, pemukulan, dan penangkapan terhadap sejumlah mahasiswa yang menolak RUU BHP. Mahasiswa yang ditangkap tersebut, yaitu; 1. Buyung (Fak. Perikanan UH), 2. Ege (LMND), 3. Ilo (Fak. Teknik.Sipil), 4. Illho ( Agraria), 5. Adnan (FIB), 6. Kamal (Mesin).


Kamis, Desember 11, 2008

Demokrasi Partisipatoris vs Demokrasi Representatif (part 2)

Peristiwa pembangunan demokrasi di Venezuela yang mengikuti proses demokrasi kuba pasca keruntuhan soviet mulai menggemparkan kaum prodem di seluruh dunia, belum lagi ketika secara bertahap namun pasti beberapa Negara amerika latin lain ikut membangun demokrasi dengan metode yang hamper sama dan keberanian politik yang layak diperhitungkan. Metode ini membalik semua proses demokrasi yang ada dan secara bertahap mengembalikannya ke tangan rakyat, meskipun kita ketahui bahwa belum sepenuhnya. Lalu apakah perbedaannya dengan demokrasi yang ada di sebagian besar Negara-negara di dunia? Inilah pertanyaan yang paling krusial bagi demokrasi yang mereka jalankan.
Demokrasi yang sedang di beberapa Negara di amerika latin ini di sebut sebagai Demokrasi Partisipatoris. Demokrasi model ini menjadikan demokrasi yang sebelumnya hanya menjadi ritual kenegaraan menjadi sistem yang nyata di tengah-tengah massa. System demokrasi ini memungkinkan massa memberikan aspirasinya secara langsung, merubah elitism parlemen menjadi proses partisipatoris dikalangan base massa terendah, memungkinkan massa mengorganisir dirinya sendiri dan merencanakan programnya sendiri untuk mereka. Dalam proses ini juga consensus rakyat merupakan hal yang paling utama sehingga referendum dipastikan dapat dilakukan kapan saja (tentunya dengan syarat). System demokrasi partisipatoris ini juga mensyaratkan terorganisirnya rakyat di setiap level dan pendidikan politik dilakukan secara simultan di dalamnya, system ini kemudian menjadikan demokrasi sebagai system social yang muncul secara integral dalam masyarakat hingga kemudian rakyat dapt menyadari bahwa kekuasaan ada di tangan mereka.
Metode ini mulai dilakukan di amerika latin oleh kuba ketika hubungan kuba dengan uni soviet kian memburuk sampai kemudian klimaksnya terjadi pada keruntuhan uni soviet di akhir 80 an, embargo ekonomi dan sabotase-sabotase ekonomi-politik yang dilakukan amerika serikat memaksa masyarakat kuba untuk menorganisir dirinya sendiri dalam kelompok-kelompok masyarakat untuk menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Negara ini. Dewan-dewan rakyat yang sebelumnya tidak aktif dibawah pemerintahan castro yang pro soviet mulai diaktifkan oleh Negara dengan tuntutan paling mendasar menyelamatkan kesejahteraan dasar rakyat yaitu produksi pangan. Melalui dewan-dewan rakyat ini, rakyat mulai menggarap lahan-lahan kritis di seluruh kuba dengan tuntutan yang sederhana pula jika lahan kritis tidak dapat diperdayakan maka kebutuhan pangan rakyat tak akan terselesaikan. Dengan cepat kesadaran ini menyebar di seluruh rakyat, berbagai macam eksperimen pertanian dilakukan dengan teknologi tradisional hingga akhirnya lahan-lahan kritis tersebut dapat diberdayakan untuk pertanian kuba, produksi komoditas pertanian pun semakin membaik. Embargo bahan bakar juga memaksa masyarakat kuba mengkolektifkan kepemilikan atas kendaraan bermotor dan mempelajari otomotif secara otodidak.
Ketika kuba memulai hubungan dagang dengan perancis, dewan-dewan rakyat pun menuntut untuk jaminan kesejahteraan mendasar yaitu pendidikan dan kesehatan. Konsentrasi pada kedua tuntutan ini menjadikan kuba sebagai Negara dunia ketiga pertama yang bebas dari buta huruf dan memiliki supply tenaga kerja kesehatan yang berlimpah karena pendidikan kesehatan tidak dikenakan biaya apapun sehingga dapat memaksimalkan jumlah pekerja kesehatan di negeri ini. Ketika kuba mulai menalankan system perdagangan (perdagangan kuba di dalam negeri adalah industry jasa pariwisata) dan monoter pun, dual economic system diterapkan, dua mata uang berlaku di negeri ini yaitu peso dan dollar. Peso kuba bagi rayat hanya seperti kupon dibandingkan uang. Namun dalam hal ini proses demokrasi partisipatoris di kuba tetap tidak dapat dilihat seara jelas kecuali proses elektoralnya yang memakan waktu dua setengah tahun.
Proses demokrasi partisipatoris yang dapat dipantau lebih jelas adalah proses demokrasi di Venezuela. Proses ini mirip dengan proses yang terjadi di kuba namun lebih terbuka. Demokrasi partisipatoris di Venezuela menggunakan dewan komunal sebagai tenaga pokoknya dalam agenda revolusi bolvarian mereka. Dewan-dewan komunal ini dibentuk di berbagai level massa untuk memutuskan kebutuhan mendasarnya melalui program-program kerakyatan yang mereka usulkan ke pemerintah, konstitusi Negara ini dirubah menjadi konstitusi yang lebih kerakyatan.
Proses electoral di Negara ini berlangsung seperti halnya proses electoral di negar-negara lain pada umumnya, oposisi pun dijamin keberadaannya. Namun, proses electoral venezuela memiliki perbedaan mendasar yaitu seluruh pemilih menyadari betul pentingnya member suara pada proses electoral. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ya. Hal ini disebabkan oleh pengorganisiran lingkaran Bolivarian di barrios-barrios (desa) yang memungkinkan diskusi politik terjadi di seluruh tingkatan massa, konstitusi juga dibagikan di seluruh level massa, diskusi-diskusi mengenai konstitusi terjadi di setiap tempat, warung-warung keil dan pinggiran jalan-jalan di Venezuela. Tingkat golput pun menurun secara signifikan dari 65% sebelum Chavez berkuasa menjadi hanya 35% secara bertahap. Proses referendum kembali diaktifkan dan di informasikan kepada massa. Bahkan, aksi tanda tangan bisa menjadi pencabutan mandate rakyat terhadap pemerintahan yang berkuasa dan ini bisa dilakukan kapan saja jika pemerintah melakukan penyelewengan kekuasaan. Proses demokrasi ini memobilisasi seluruh rakyat untuk terlibat aktif didalamnya.
Efektifnya proses demokrasi partisipatoris in dalam menggalang kesadaran rakyat telah dibuktikan oleh rakyat Venezuela dan pemerintahan Chavez. Peristiwa kudeta di tahun 2002 ditanggulangi dengan mobilisasi rakyat dari kampong-kampung miskin dan desa-desa mengembalikan kekuasaan pada pemerintahan Chavez, sabotase ekonomi dari para kapitalis dijawab oleh rakyat pekerja dengan okupasi terhadap pabrik-pabrik yang ditinggalkan, program-program kerakyatan direncanakan, dioperasionalisasikan dan di awasi langsung oleh rakyat melalui dewan komunal.
Melihat proses ini, pertanyaan yang mendasar bagi kita adalah bagaimana dengan Indonesia? Jika dibandingkan dengan Indonesia, proses demokrasi Venezuela jelas sangat berbeda bahkan saling bertolak belakang. Indonesia, sebagaimana Negara-negara ‘demokratis’ pada umumnya meletakkan demokrasi pada pengertian ritual pemilu dan elitism parlemen, partisipasi politik rakyat hanya terjadi pada masa pemilu, tingkat golput semakin meningkat, rakyat buta politik, terlebih lagi proses referendum jangan harap proses ini dikenal oleh rakyat Indonesia. Seluruh proses yang terjadi di Venezuela merupakan hal yang asing bagi rakyat Indonesia bahkan tidak terpikirkan.
Jika kita mengambil contoh di Venezuela dan kuba, kita dapat menemukan bahwa terdapat sebuah proses ekonomi politik yang memaksa rakyat merubah paradigmanya terhadap demokrasi yang sudah diterapkan. Perubahan structural ekonomi politik merupakan factor utamanya, perubahan inilah yang mendorong perubahan kesadaran secara massal di tingkatan massa. Bisa kita ambil contoh embargo ekonomi terhadap kuba dan sabotase ekonomi di Venezuela, proses politik seperti percobaan pembunuhan terhadap castro dan kudeta atas pemerintahan chavez juga mendorong kesadaran rakyat untuk berperan serta dalam politik. Hal lain yang menggerakkannya juga dapat kita ambil dari perubahan struktur politik di kuba dan lingkaran Bolivarian di Venezuela yang. Kita bisa membagi kedua factor tersebut sebagai momentum dan kepemimpinan politik. Kedua factor inilah yang membuat demokrasi partisipatoris jadi memungkinkan untuk di terapkan. Demokrasi partisipatoris membutuhkan kesadaran partisipasi aktif dari rakyat dan alat atau wadah partisipatorisnya.
Pertanyaan bahwa apakah terdapat kemungkinan diterapkannya demokrasi partisipatoris di Indonesia, jawabannya adalah ada kemungkinannya. Meskipun tidak menemukan momentum seradikal kuba, dalam beberapa tahap keadaan di Indonesia hamper serupa dengan Venezuela dan engara dunia ketiga lainnya. Pembentukan demokrasi partisipatoris di Venezuela pun tidak dilakukan secara parsial dari rangkaian gerak ekonomi politik Venezuela, begitupun juga kemungkinan yang ada di Indonesia. Demokrasi partisipatoris sebagai ide untuk mengembalikan kekuasaan ke tangan rakyat merupakan hal yang mutlak harus dilakukan oleh kaum prodemokrasi dan kaum progresif lainnya di Indonesia dengan meluaskan pembangunan organisasi-organisasi rakyat.
Demokrasi sebagai sebuah system social harus dibentuk dari system social itu sendiri melalui pengorganisiran di tingkatan rakyat dan mengenalkan proses demokrasi ini dalam bentuk tindakan keseharian dalam pengorganisiran. Membangun kesadaran rakyat melalui proses demokratis dan menjadikan demokrasi sebagai nilai social di tingkatan rakyat.

Kita tidaklah sedang menciptakan sebuah Transformasi sosial, rakyat lah yang melakukan Transformasi social, yang kita lakukan adalah mendorong kesadaran rakyat menuju Transformasi sosial dan mempersiapkan momentum itu. (Sendja Merah)

Demokrasi Partisipatoris vs Demokrasi Representatif (part 1)

*Roliv

Demokrasi merupakan sebuah system sosial yang muncul dari dialektika sejarah manusia yang mengorganisir dirinya kedalam sebuah kelompok dan mengatur pembagian kekuasaan di dalamnya. Sejak runtuhnya uni soviet di akhir tahun 80an, demokrasi dianggap sebagai sebuah system yang ideal yang dapat mengatur masyarakat dengan lebih adil dan mendorong kepada kesejahteraan juga sebagai system politik yang dinamis dan secara internal sangat beragam. Seorang teoritisi politik menjelaskan bahwa bahwa demokrasi setidaknya memiliki 10 keunggulan, yaitu menghindari tirani, menjamin hak asasi, menjamin kebebasan umum, menentukan nasib sendiri, otonomi moral, menjamin perkembangan manusia, menjaga kepentingan pribadi yang utama, persamaan politik, menjaga perdamaian dan mendorong terciptanya kemakmuran.

Proses demokrasi yang dianggap ideal adalah proses keterwakilan seluruh demos dalam proses pengambilan keputusan. Model yang dianggap ideal dalam pemahaman ini adalah model demokrasi langsung (urform) seperti konsep klasik polis Athena yang dianggap tidak akan dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam kondisi Negara yang besar secara territorial dan dalam kondisi Negara yang memiliki jumlah penduduk jutaan. Sehingga kemudian muncullah demokrasi representatif sebagai penyelesaian masalah penerapan demokrasi. Demokrasi representatif sangat menekankan pada fungsi kepartaian sebagai alat representasi warga dalam proses politik. Partai politik ini diyakini muncul dari keinginan rakyat menyatukan pendapat dan persepsi secara berkelompok untuk menentukan representasinya dalam pemerintahan. Namun, pada faktanya partai dalam sejarahnya tidaklah berasal dari consensus dan kesadaran rakyat akan tetapi hanya dipergunakan untuk memenangkan kandidat dan bentuknya pun hanya seperti kepanitiaan. Meskipun begitu, tidak diabaikan juga bahwa proses dialektika sejarah membawa beberapa partai menjadi wadah perjuangan ideologis.

Pemahaman kendala demokrasi langsung menyebar sebagaimana pemahaman akan demokrasi menyebar di seluruh dunia hingga apa yang disebut demokrasi dalam pemahaman dunia adalah demokrasi representative dan diluarnya adalah bukan demokrasi. Demokrasi dicerabut dari esensinya yaitu pendistribusian kekuasaan ekonomi politik dan consensus seluruh rakyat, referendum pun disebut sebagai peristiwa langka padahal sebenarnya proses itu intrinsic dalam demokrasi. Demokrasi representative juga dikemas dalam ide liberalisme dan menjadikannya intrinsic di dalamnya, demokrasi pun bicara mengenai jaminan hak privat (privilage), hak berserikat pun diartikan sebagai hak pendirian perusahaan, partisipasi dibatasi dalam koridor pemilihan umum dan stabilitas pun diperkenalkan di dalamnya. Semakin lama demokrasi semakin tereduksi menjadi penguasaan sekeolompok kecil orang atas sebagian besar orang.

Dalam demokrasi representative, populasi memilih satu orang kandidat yang mereka percayai untuk dapat mewakili aspirasi mereka duduk di dalam parlemen dimana kebijakan public di buat, pemilih menyerahkan semua hak demokratiknya kepada kandidat tersebut. Permasalahan yang muncul kemudian adalah si kandidat memiliki jarak yang sangat jauh dari massa yang memilihnya denan berbagai macam alasan, pemahaman bahwa massa memiliki hak partisipasi demokratik dalam suatu Negara dan ketika ia melakukan pemilihan haknya diberikan kepada si kandidat pun agaknya asing di tingkatan massa. Kebanyakan massa hanya menagannggap pemilu adalah sebuah ritual kenegaraan dan meraka adalah penonton yang inferior di dalamnya. Banyaknya jumlah populasi yang mengharuskan kandidat melakukan komunikasi terhadap pemilih pun telah mendegradasi kualitas komunikasi politik dengan menggantikannya dengan symbol kampanye dan tentunya hanya orang-orang tertentu sajalah yang mampu membiayai kampanye tersebut. Hal ini telah menjauhkan kandidat dari pemilih sekaligus menutup kemungkinan kelas bawah untuk dapat menjadi kandidat dalam proses electoral. Proses ini kemudian akan memunculkan oligarki dalam kekuasaan. Meskipun begitu, kapitalisme membutuhkan oligarki untuk memastikan akumulasi modal dapat terus terkonsentrasi dan aman dalam bentuk kepemilikan privat.

Oligarki kemudian dengan sendirinya menciptakan krisis legitimasi di tataran rakyat ketidakpercayaan terhadap proses maupun konsistensi kandidat terpilih untuk membawa aspirasi rakyat mulai muncul, singkatnya kita dapat mengambil contoh dengan maraknya jumlah golput pada setiap pemilihan umum di berbagai Negara. Hal ini disebabkan langsung oleh kesenjangan proses demokrasi yang telah dipaparkan sebelumnya. Parlemen menjadi tempat yang asing bagi rakyat bahkan dapat disebut sebagai tempat yang terlalu mewah bagi rakyat, aspirasi tidak lagi didengarkan karena dihalangi oleh peraturan atas nama demokrasi sehingga mengharuskan rakyat melakukan aksi massa untuk menyampaikan aspirasinya karena memang para anggota parlemen tidak pernah bersentuhan langsung dengan rakyat yang diwakilkan oleh mereka bahkan rakyatpun tidak mengenal mereka sementara semua hak demokratik rakyat telah di berikan kepada mereka.

Bagi oligarki, golput bukanlah sebuah permasalahan serius. Keengganan massa memilih perwakilannya dianggap sebagai tindakan demokratis atau kesalahan teknis dalam proses pemilu. Golput bukanlah ancaman bagi oligarki karena meskipun tingkat golput tinggi pemerintahan yang terpilih oleh minoritas pun tetap terligitimasi secara yuridis. Disamping itu juga, pada kenyataannya golput lebih menjadi tindakan apolitis dan keputusasaan parsial dari pemilih (rakyat) terhadap setiap pergantian kekuasaan yang tidak memberikan perubahan apapun.

Demokrasi parlementer dan Oligarki seakan-akan telah menjadi dua hal yang sebenarnya satu. Tidak ada perbedaan mencolok diantara keduanya bahkan bisa dikatakan sama saja, begitupun juga dengan demokrasi. Jika begini masih layakkah demokrasi dipertahankan? Jika masih layak, adakah alernatif bagi demokrasi?

Sekretaris Wilayah LMND Jabar

Rabu, Desember 03, 2008

Struktur Eksekutif Kota LMND Garut



Selamat Atas Terbentuknya Struktur Eksekutif Kota LMND Garut

Ketua ; Firman
Sekretaris ; Feri
DPO ; Ibong
DPB ; Jefri

Selamat Berjuang Kawan!!!
Kobarkan Kembali Api Perlawanan di Garut !!!

Bentuk Dewan Mahasiswa !! Rebut Demokrasi sejati !!




Percik Api dari Garut

Kota ini tidak akan lagi sepi oleh bendera merah menyala kami di jalan-jalan sepanjang kota. sudah lama nampaknya LMND tak lagi bergaung di kota ini sejak turunnya agus drajat dari tampuk kepemimpinan kabupaten garut. peristiwa penurunan bupati ini sempat menggemparkan aktifitas LMND di jawa barat, simpang siurnya berita mengenai keterlibatan LMND di dalamnya. krisis politik yang berkelanjutan ini juga mempengaruhi kinerja politik LMND di kota ini, hingga LMND garut sempat di bekukan oleh LMND wilayah JABAR. Namun, setelah berkali-kali menghimpun semangat baru dan kerja keras kawan-kawan LMND garut, akhirnya struktur LMND mulai terbentuk dengan kekuatan baru, orang-orang baru, regenerasi progresif pun menjadi kenyataan.
Rumah seorang Petani (Anggota STN) Kampung dawungsari menjadi pilihan bagi kami memercikkan kembali api perlawanan terorganisir di Garut. Proses Pendidikan Dasar dengan metode diskursus ini berjalan Selama 3 hari dengan 4 materi yaitu; Filsafat, Analisa Kelas, Metode Berpikir dan Metode Organisasi Progresif. kami memulai perkenalan kami dengan Diskusi Politik bebas mengenai isu lokal sebelum proses pendidikan dimulai guna mennjelajahi pengetahuan dan pemahaman kami mengenai daerah yang sedang kami singgahi dan mencari-cari jerami perlawanan.
Proses pendidikan berjalan sangat lancar dan diikuti dengan antusias oleh kawan-kawan Calon Anggota LMND-Garut yang berjumlah 15 orang. keseluruhan proses berjalan dengan partisipatif dan interaktif, pertanyaan-pertanyaan pun bermunculan dalam diskursus ini terkadang juga senda gurau terjadi dalam sela-sela jeda pembahasan.
Proses Pendidikan ini diakhiri dengan Pelantikan Anggota dan langsung dilanjutkan dengan Konferensi Kota LMND Garut untuk memutuskan Stratak Kota dan memilih Struktur Kota. dalam Konferensi akhirnya LMND Garut memilih struktur organisasi baru yaitu;
Ketua; Firman
Sekretaris; Feri
DPO; Ibong
DPB; Jefri
sebagai Struktur Baru dalam Kepengurusan LMND Eksekutif Kota Garut dan Api Perlawanan pun kembali Menyala di Garut.

Selamat Berjuang Kawan-kawan EK-LMND Garut terus percikkan Api Perlawanan di Garut !!!

Chavez dan Marxisme

by; water lippman

Beberapa pihak sayap-kiri dan lainnya yang tidak begitu kiri memiliki pandangan salah tentang definisi ideologi Komandan Chavez. Seorang intelektual merangkap revolusioner dari Inggris, Alan Woods, yang juga seorang pendukung aktif Revolusi Bolivarian, mengatakan dalam satu wawancara: "Problemnya adalah Chavez bukan Marxis". Domingo Alberto Rangel Sr. juga bersuara senada sejak mengawali oposisinya yang absurd dan dongkol terhadap Presiden, ia bahkan mendesak PCV untuk berhenti mendukung revolusi. Ketua PCV Jeronimo Carrera Damas baru-baru ini berani menyamakan Chavez dengan mantan presiden Venezuela terdahulu, Betancourt, dari AD. Dalam kesempatan lain dan sebagai akibat kemunduran besar revolusi pada 2 Desember 2007 - ketika reformasi konstitutsional tidak disetujui - Jeronimo melangkah jauh dengan menuduh Presiden "bergenit-genit dengan sosialisme". Chavez sendiri sering mengatakan bahwa dirinya "bukan Marxis" dan bahkan menentang pandangan Marx dan beberapa pengikut filsuf Jerman tersebut dalam sejumlah topik. Namun, perkataan dan perbuatan seringkali saling menutupi.
Mari kita lihat:

Kaum intelektual di seluruh penjuru dunia telah menulis tesis yang tak terhingga banyaknya dan menyodorkan saran yang tak ada ujungnya, masing-masing menyisakan ruang interpretasi, kadang kala menggunakan ide dan opini Karl Marx untuk mengembangkan pandangannya sendiri. Tidak sedikit partai revolusioner, atau lebih tepatnya, anggota intelektual mereka, melakukan kesalahan dengan menghubungkan keyakinan Marx dengan ilmu pengetahuan Marxisme secara umum. Ergo (Jadi), bila Marx mengeluarkan kritik pedas kepada Bolivar, maka Bolivar menjadi setan, demikian cara berpikir beberapa "Marxis". Dan bila Marx meyakini bahwa Imperium Inggris semestinya menginvasi India, atau Meksiko Spanyol - karena, dengan memparafrase dia, "akan membantu penguatan kekuatan produksi yang akan menyebabkan koloni-koloni ini berkembang dan mengorganisir proletariatnya sendiri, dan kondisi bagi revolusi dengan begitu akan tercipta" - maka invasi Irak dan Afghanistan adalah kejahatan yang perlu dan layak didukung atau, untuk mengambil kasus tertentu, adalah esensial dalam "mengembangkan borjuasi nasional sebagai batu loncatan menuju pembentukan masa depan yang menjadi panggung ideal bagi revolusi". Kesimpulan absurd semacam itu hanya bisa datang dari orang bodoh yang tumpul pikiran.

Tapi mungkinkah menjadi seorang sosialis tanpa menjadi seorang Marxis? Kami rasa tidak. Berpikir bahwa kau dapat mengalahkan kapitalisme dan kapital - dua hal yang cukup berbeda - tanpa alat ilmiah yang sempurna dan senjata yang paling efektif yang diwakili oleh Marixme adalah anggapan yang tak masuk akal.

Seperti halnya ilmu pengetahuan lainnya, Marxisme sama sekali bukan keseluruhan pandangan Marx tentang beragam topik pada masa kehidupannya, tapi produk historis dan ilmiah dari interpretasi terhadapnya dan teorinya (didasarkan pada rangkuman Lenin yang sangat baik Tiga Sumber dan Tiga Komponen Marxisme: filosofi klasik Jerman, ekonomi politik Inggris dan sosialisme Perancis). Tapi Marxime juga menyantap kontribusi banyak pemikir masa lalu dan masa kini seperti Gramsci, Che Guevara, Mariategui dan Fidel Castro, sebagian di antaranya. Pendeknya, Marxisme adalah ilmu yang dihidupkan oleh karya-karya yang diciptakan oleh banyak orang sebelum dan sesudah Marx. Ia tak hanya menempatkan manusia sebagai pusat perhatian filosofisnya, ia juga menunjukkan jarinya ke jalan emansipasi dan pembentukan manusia baru. Karl Marx berkata: "(...) esensi manusia bukanlah hal abstrak yang intrinsik dalam tiap individu. Itu, dalam kenyataannya, merupakan koleksi dari hubungan-hubungan sosial mereka".

Kami memahami perkataan dan opini Komandan Chavez - terutama mengenai kepemimpinan PCV - dengan cara yang sangat berbeda, karena menurut kami kritikan tersebut bukan diarahkan kepada ilmu Marxisme dalam pengertian yg sesungguhnya, tapi kepada pandangan Karl Marx yang salah sebagai manusia yang dapat membuat kesalahan seperti lainnya, sikap bodoh pimpinan tersebut terhadap pemilu, dan pendekatan yang salah yang diambil oleh mereka yang terbiasa mendistorsi Marxisme dan, dengan melakukan itu, menyebabkan kerusakan yang besar terhadap ide dan panji sosialisme. Dengan kata lain (bila kau bisa memaklumi repetisi) merupakan "interpretasi anti-Marxis terhadap Marxisme yang dibuat oleh segelintir pseudo-Marxis". Mengutip kawan Manuel Valladares, "[mereka] telah disterilisasi dan dipisahkan. Kawan-kawan ini kehilangan peta jalan Marxisme ketika mereka salah meletakkan atau membuang esensi ilmiahnya: dialektika".

Kami tak "menciptakan roda" (reinventing the wheel) bila kami mengatakan bahwa Komandan Chavez adalah Marxis sejati yang melakukan tindakan yang benar dan salah, memanen buah terbaik materialisme historis negeri kami, berpegangan pada realitas kami dan memperkuatnya dengan tepat, menekankan penyebab kepahitan dan kemalangan masyarakat kami dan menjelaskan dialektikanya (kesatuan dan pertarungan kekuatan-kekuatan yang bertentangan) untuk mentransformasinya. Komandan Chavez adalah sebagaiman ia mengklaim dirinya: seorang radikal - karena ia selalu menuju pada akar persoalan. Sebagai manusia, walau demikian, ia dapat juga salah. Seperti, contohnya, dalam kasus NEP. Tapi perkataan dan gagasannya adalah juga target dari kejahatan, kesalahpahaman, dan distorsi yang serupa.

Tidaklah berlebihan untuk menekankan bahwa Chavez adalah seseorang yang meyakini Marxisme dan menguasai teorinya, tapi walau demikian secara praktis. Seorang praktisi bukannya filsuf, bahkan bila ia menyangkal itu, karena Anda tak harus menjadi anggota Partai Komunis atau menghabiskan masa hidup Anda mengutip Marx agar menjadi seorang Marxis. Tidak ada semacam hak milik intelektual terhadap Marxisme.

Chavez seorang Marxis karena ia adalah seorang revolusioner sepenuhnya yang memiliki prinsip teoretis dan praktis maupun realis dan dialektis, karena ia memahami bahwa ia adalah katalisator perubahan revolusioner; ia dengan lihai menerapkan konsep "persatuan dan pertarungan antara kekuatan yang bertentangan", ia mengetahui dan membedakan strategi dari taktik; dan bicara bukan saja tentang mengalahkan kapitalisme, tapi juga menyudahi Kapitalisme dengan membangun sosialisme kita dengan berbasiskan sifat khusus kita tanpa menggunakan alat-alat kapitalisme yang telah rusak. Ia juga tahu bahwa kepemilikan sosial sama halnya dengan pembangunan sosialisme. Kau tak bisa menjadi Guevarista tanpa menjadi Marxis, begitu pun juga Bolivarian, Kristiani, Maoist, Fidelista, Mariateguista etc.etc. dan vice versa. Seorang sosiali adalah juga Kristen Guevarista, Lenini, Bolivarian, Marxis, dan seterusnya.

Yang membuat sejumlah kaum kiri-gadungan (pseudo-leftists) gila adalah kegagalan mereka dalam mentipekan Komandan Chavez sebagai bagian dari tendensi ideologis tertentu. Mereka memanggilnya sebagai orang yang di-tengah-tengah dan mencapnya sebagai pemalsu, seorang revisionis, seorang Trotskyis, militeris, reformis, dsb. hingga beberapa kali mereka mengkontradiksikan dirinya sendiri ketika mereka dapat menerima sifat revolusioner dia. Tersesat dalam dogma-dogma mereka, kawan-kawan ini tidak akan pernah memahami dialektika para revolusioner sejati yang berjalan di muka bumi.

Frei Betto, seorang intelektual dan tokoh teologi pembebasan dari Brasil pernah berkata "kasih sayang adalah definisi politik sosialisme".

Maka,

Chavez adalah proklamator kasih-sayang yang terbesar!

diterjemahkan oleh; Data Brainata