Sabtu, Desember 20, 2008

Statemen EN-LMND Mengutuk Pembakaran 700 rumah Warga Oleh POLRI di Bengkalis, Riau








Statemen EN-LMND Mengutuk Pembakaran 700 rumah Warga Oleh POLRI di Bengkalis, Riau
Jumat, 19 Desember 2008

Nomor : 03/B/EN-LMND/Des-2008

Hal : Press Release

Lamp : -

Bukan Bom Napalm, Tapi Modal, teknologi, dan Sarana Produksi Bagi petani

Tangkap, adili, dan Hukum Seberat-beratnya Seluruh Personil POLRI yang terlibat Membakar Rumah-rumah Rakyat

Bekukan Aktifitas PT. Arara Abadi, Kembalikan Tanah Rakyat !

Hari kamis (18/12/08), 2 helikopter berputar-putar sambil menjatuhkan bom napalm, sebuah jenis bom yang dijatuhkan pasukan AS untuk membumihanguskan Vietnam, yang diarahkan kepada pemukiman penduduk Dusun Solok Bongkal, Desa Beringin, Kec. Pinggir, Bengkalis, Riau. Dalam sekejap, 700-an rumah warga hangus terbakar, belum lagi tanah pertanian, alat produksi, dan perabotan yang tak sempat diselamatkan. Bukan itu, 1000 preman plus 500an aparat bersenjata lengkap dikerahkan untuk menggempur warga yang ketakutan. Polisi melepaskan tembakan membabi buta yang bukan saja untuk menakut-nakuti warga, tetapi juga diarahkan kepada warga. Akibatnya, 2 orang warga terkena tembakan. Ironisnya, seorang bocah bernama Fitri (2th), yang karena ketakutan, akhirnya tewas terperosok di tanah. Dalam kejadian ini, sebanyak 200 warga ditahan di polsek Mandau, dan 400-an warga yang bersembunyi di hutan Kampung dalam, kini dikepung layaknya pemberontak oleh ratusan polisi ditambah preman. Ternyata, hasil kerjasama POLRI dengan kemiliteran AS adalah teknik menggukan bom napalm untuk membumi hanguskan rumah-rumah rakyat.

Tindakan brutal, dan melampaui batas kemanusiaan ini dilakukan oleh apparatus Negara, yaitu Kepolisian Republik Indonesia, yang tali sepatunya saja berasal dari duit rakyat. Anehnya, polisi yang bersama ribuan preman melakukan penggusuran tanpa mengantongi keputusan pengadilan, hanya berdasarkan pesanan (tentunya dengan sokongan duit) dari PT. Arara Abadi. Bagaimana mana polisi menjadi abdi hukum, jika hukum dengan mudah mereka injak untuk memuaskan pengusaha.

Sesuai izin yang diberikan pemerintah, di lokasi ini PT Arara Abadi hanya diberi kewenangan atas pengelolaan kawasan hutan, bukan untuk memilikinya. Tetapi dalam perkembangannya, PT Arara Abadi mengklaim kepemilikan atas lahan tersebut, dan terlebih pemerintah seolah lepas tangan, maka anak perusahaan Sinar Mas Group ini pun bertindak sewenang-wenang untuk mengusir warga, termasuk berkali-kali mengerahkan preman. Padahal, tanah seluas 5 ribu hektar ini sebenarnya merupakan tanah ulayat, yang secara histories tercatat dalam dokumen-dokumen resmi, bahkan mayoritas warga punya bukti kepemilikan terhadap lahan tersebut.

Sudah menjadi hukum tidak tertulis di negeri ini, bahwa pemerintah akan selalu menjadi pelayan bagi kepentingan pengusaha, dan aparatusnya (Polri dan pengadilan) akan menjadi tukang pukul alias preman berseragam dari fihak korporasi. kejadian-kejadian ini sudah berlansung cukup lama, dan terjadi di hampir semua daerah, tapi tidak juga ada keinginan DPR atau lembaga-lemabaga lain untuk mengusutnya.

Kini, dengan kejadian di Bengkalis Riau, kami menyatakan bahwa kampanye anti premanisme yang digalakkan Kapolri yang baru adalah bohong belaka. Mana mungkin mereka melawan premanisme, jika watak premanisme begitu lengket dengan institusi polri saat ini. Dan ternyata, slogan Polri yang berbunyi "pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat", diterjemahkan dengan berbagai bentuk aksi kekerasan teroganisir yang ditujukan kepada kelompok sipil. Alih-alih melindungi rakyat, malah rakyat merasa Polri sebagai musuh yang merusak hak-hak politik, hak berdemokrasi, dan hak untuk hidup.

Berdasarkan kenyataan diatas, maka Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) menyatakan sikap sebagai berikut;

  1. Mengutuk tindakan POLRI yang telah melakukan aksi kekerasan, menjatuhkan bom napalm, menembak, dan menangkap ratusan warga suluk Bongkal. Kami menuntut kepada Kapolri, demi membuktikan konsistensinya melawan premanisme dan memulihkan citra polri, agar segera memecat, mengadili, dan menghukum seberat-beratnya seluruh personilanya yang terlibat dalam kasus tersebut;
  2. Menuntut kepada Kapolri agar segera mencopot Kapolda Riau, dan menyeret ke pengadilan HAM, Direktur Reskrim Polda Riau, Alex mandalika, karena telah memimpin aksi kekerasan ini;
  3. Bekukan Aktifitas perusahaan PT. Arara Abadi, dengan terlebih dahulu mencabut izin usahanya, serta menangkap dan mengadili pimpinan perusahaan PT. Arara Abadi; Cabut SK Menteri Kehutanan nomor 743/Kpts-II/1996
  4. Kembalikan seluruh tanah ulayat milik warga suluk Bongkal; rehabilitasi rumag-rumahnya, serta berikan ganti rugi atas kerusakan alat produksi dan lahan pertanian mereka;
  5. Bebaskan seluruh 200 orang aktifis dan warga yang tertangkap tanpa syarat;
  6. Meminta kepada KOMNAS HAM agar segera turun ke lapangan, memeriksa, dan menyelidiki kasus pelanggaran HAM Berat yang sudah dilakukan oleh POLRI dan PT. Arara Abadi;

Demikian pernyataan ini kami buat. Tegakkan demokrasi dan kesejahteraan sekarang juga!

Jakarta, 19 Desember 2008

Bangun Dewan Mahasiswa, Rebut Demokrasi Sejati

Eksekutif Nasional

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

EN-LMND

Lalu Hilman Afriandi Agus Priyanto

Ketua Umum Pjs. Sekjend

Selasa, Desember 16, 2008

Statemen EN-LMND



Tolak Pengesahan RUU BHP; Hentikan Program Swastanisasi Kampus;
Jamin Pendidikan Gratis dan Berkualitas bagi Seluruh Rakyat

Pada hari ini, ratusan mahasiswa Unhas, Makassar, yang menggelar aksi menolak RUU BHP dan komersialisasi pendidikan direfresi oleh pihak kepolisian. Kejadian ini terjadi, tatkala ratusan mahasiswa Unhas yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tolak Badan Hukum Pendidikan (ALARAM) menggelar aksinya di depan pintu I kampus Unhas, jalan Perintis Kemerdekaan Km 10, Makasar. Polisi berdalih, aksi kekerasan ini dilakukan karena mahasiswa mengganggu lalu lintas di depan kampus. Tapi, disisi lain, pihak polisi sedang membela sebuah kebijakan neoliberal yang akan menendang orang miskin dari kampus. Akibat aksi brutal polisi, 6 orang mahasiswa ditangkap, dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.

Tindakan brutal kepolisian di sulsel bukan pertama kali, dan bukan kali ini saja berakhir bentrok, bahkan bukan hanya diarahkan kepada mahasiswa, tapi juga aksi-aksi rakyat yang lain, termasuk wartawan. Di Indonesia, tidak seperti yang diklaim pemerintah SBY-JK, bahwa kita sedang memasuki kehidupan demokratis, tetapi yang terjadi adalah pelembagaan aksi-aksi kekerasan, secara terorganisir, yang dilakukan oleh Negara dan alat-alatnya (apparatus).

RUU BHP, seperti yang ditolak oleh mahasiswa, merupakan sebuah kebijakan yang diintroduksikan oleh WTO melalui skema General Agreement on Trade and Service (GATS), yaitu sebuah skema liberalisasi sektor jasa, termasuk pendidikan, dimana peran swasta (sektor kapitalis) diperbesar, dan sebaliknya peran Negara dihilangkan. Sebelumnya, pemerintah telah memaksakan pilot projek BHMN-isasi di beberapa kampus di Indonesia (UI, ITB, UGM, IPB, Unhas, Unair,dll), yang mana hasilnya adalah membuat biaya pendidikan makin mahal, kualitas (mutu) semakin merosot, dan infrastruktur pendidikan makin rusak.

RUU BHP mendapat penolakan bukan saja oleh mahasiswa, tapi tidak sedikit pengamat pendidikan, politisi, seniman, bahkan tokoh pendidik. Upaya DPR dan pemerintah untuk secepatnya menggolkan kebijakan ini, tidak terlepas dari kepentingan asing dibelakangnya, yakni dari pemilik korporasi, para bankir, dll. Sebelumnya, DPR telah dipersalahkan karena mendapat suap dan sokongan dana dari USAID dalam penyusunan UU migas. Dan sekarang, seperti dugaan kami, kehendak kuat DPR mengesahkan RUU BHP karena ada desakan dan sokongan dari lembaga asing.

Jelas, bahwa RUU BHP bertentangan dengan pembukaan UUD 1945, yang berbunyi; “mewujudkan kesejahteraan umum dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa”, karena semangat pendidikan dalam sistim pasar dikendalikan oleh kehendak pemodal, bersifat diskriminatif, serta merendahkan aspek nasionalisme. Dalam Pasal 3 Ayat 4. Pasal 3 Ayat 4 RUU BHP sangat jelas bahwa semangat utama dari UU ini adalah swastanisasi pendidikan (baca;komersialisasi) karena negara di hapuskan tanggung jawabnya dan selajutnya di serahkan dalam mekanisme pasar. Posisi yayasan dalam lembaga BHP akan di lebur dengan badan yang disebut Majelis Wali Amanat (WMA), didalamnya adalah perwakilan anggota masyarakat (funding) yang notabene adalah bos-bos korporasi.

Memperhatikan hal tersebut, maka Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) menyatakan sikap;

1. Hentikan refresi terhadap aksi-aksi mahasiswa menentang neoliberalisme; tangkap dan adili polisi pelaku kekerasan terhadap aksi mahasiswa; copot Kapolda Sulsel dari Jabatannya;
2. bebaskan seluruh aktifis mahasiswa yang tertangkap; Buyung (perikanan), Ege (LMND), Ilo (teknik Sipil), Ilho (agrarian), Adnan (FIB), dan Kamal (Mesin).
3. Tolak Pengesahan RUU BHP; batalkan Perpress 77/2007, UU Sisdiknas, dan perundangan yang berbau neoliberalism;
4. Wujudkan layanan pendidikan gratis dan berkualitas, dengan jalan; menasionalisasi industri migas asing, penghapusan utang luar negeri, dan industrialisasi nasional untuk kesejahteraan rakyat;
5. Jangan pilih (tinggalkan) partai-partai dan politisi yang mendukung pengesahan RUU-BHP dan perundangan yang pro-neoliberalism;

Demikian statemen ini kami buat. Atas solidaritasnya, kami mengucapkan banyak terima kasih.
Jakarta, 16 Desember 2008

Bangun Dewan Mahasiswa, Rebut Demokrasi Sejati!

Eksekutif Nasional
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi


Lalu Hilman Afriandi Agus Priyanto
Ketua Umum Pjs. Sekjend

Layangkan surat protes anda:
POLDA Sulsel di email: sulsel@polri.go.id
Rektorat Unhas: Telp. (0411) 586200 psw. 1024 atau 586028,Telp./Faks. (0411) 586006.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kronologis

Penyerangan Aksi Aliansi Mahasiswa Tolak Badan Hukum Pendidikan (ALARAM) oleh Aparat Kepolisian di Depan Pintu I Kampus UNHAS, Makassar.

(16/12/08). Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tolak Badan Hukum Pendidikan (ALARAM) melakukan aksi di depan kampus Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar . Aksi yang di lakukan Mahasiswa ALARAM tersebut tiba-tiba mendapat serangan oleh aparat kepolisian dan perintis Makassar, yang berakhir dengan bentrokan antara pihak aparat kepolisian dan mahasiswa yang melakukan aksi tersebut.

Berikut kronologis Kejadian ;

09.30 : Mahasiswa(ALARAM) berkumpul di Titik Aksi, di Depan Pintu I kampus Universitas Hasanuddin Makassar (UNHAS).

10.02 : Mahasiswa (ALARAM) menyampaikan orasi-orasi politiknya di depan Pintu I kampus UNHAS , tentang penolakan mereka terhadap RUU BHP yang akan segera di Sah-kan.

10.15 : Mahasiswa (ALARAM) memblokir 1 ruas lajur jalan ( yang menuju jalan arah Daya) sebagai bentuk protes mereka terhadap kebijakan RUU BHP yang telah di usulkan oleh DPR dan pemerintah yang akan segera di sah-kan.

11.30 : Salah seorang Satpam Kampus UNHAS, tiba-tiba melakukan pemukulan terhadap salah satu mahasiswa yang melakukan aksi dan mengakibatkan luka-luka memar. Akibat pemukulan yang dilakukan satpam kampus tersebut akhirnya memicu kemarahan mahasiswa.

12.03 : Karena kemarahan mahasiswa akibat ulah Satpam Kampus Unhas tersebut memukuli salah satu peserta aksi, maka kawan-kawan mahasiswa kembali memblokir 1 ruas lajur jalan (yang menuju jalan arah daya).

12.15 : Tiba-tiba beberapa aparat perintis datang menyerang mahasiswa dengan menggunakan motornya.

12.40 : karena kemarahan kawan-kawan mahasiswa yang tiba-tiba diserang oleh aparat perintis,maka mereka kembali memblokir 1 ruas lajur jalan (yang menuju jalan arah daya).

12.55 : ketika kawan-kawan memblokir 1 ruas jalan (yang menuju arah daya), dan melakukan orasi-orasi, tiba-tiba datang sekumpulan aparat kepolisian, perintis, dan Intel melakukan penyerangan terhadap mahasiswa dan memburu mahasiswa sampai ke dalam kampus.

13.11 : Setelah sekumpulan aparat Kepolisian dan perintis melakukan penyerangannya terhadap mahasiswa sampai masuk ke dalam kampus, mahasiswa semakin bertambah banyak dan mereka kembali ke titik aksi (depan pintu I kampus UNHAS).

13.30 : ketika massa mahasiswa berkumpul kembali di depan pintu I kampus UNHAS, tiba-tiba terjadi lagi penyerangan oleh aparat kepolisian dan perintis yang di sertai dengan Tembakan, pemukulan, dan penangkapan terhadap sejumlah mahasiswa yang menolak RUU BHP. Mahasiswa yang ditangkap tersebut, yaitu; 1. Buyung (Fak. Perikanan UH), 2. Ege (LMND), 3. Ilo (Fak. Teknik.Sipil), 4. Illho ( Agraria), 5. Adnan (FIB), 6. Kamal (Mesin).


Kamis, Desember 11, 2008

Demokrasi Partisipatoris vs Demokrasi Representatif (part 2)

Peristiwa pembangunan demokrasi di Venezuela yang mengikuti proses demokrasi kuba pasca keruntuhan soviet mulai menggemparkan kaum prodem di seluruh dunia, belum lagi ketika secara bertahap namun pasti beberapa Negara amerika latin lain ikut membangun demokrasi dengan metode yang hamper sama dan keberanian politik yang layak diperhitungkan. Metode ini membalik semua proses demokrasi yang ada dan secara bertahap mengembalikannya ke tangan rakyat, meskipun kita ketahui bahwa belum sepenuhnya. Lalu apakah perbedaannya dengan demokrasi yang ada di sebagian besar Negara-negara di dunia? Inilah pertanyaan yang paling krusial bagi demokrasi yang mereka jalankan.
Demokrasi yang sedang di beberapa Negara di amerika latin ini di sebut sebagai Demokrasi Partisipatoris. Demokrasi model ini menjadikan demokrasi yang sebelumnya hanya menjadi ritual kenegaraan menjadi sistem yang nyata di tengah-tengah massa. System demokrasi ini memungkinkan massa memberikan aspirasinya secara langsung, merubah elitism parlemen menjadi proses partisipatoris dikalangan base massa terendah, memungkinkan massa mengorganisir dirinya sendiri dan merencanakan programnya sendiri untuk mereka. Dalam proses ini juga consensus rakyat merupakan hal yang paling utama sehingga referendum dipastikan dapat dilakukan kapan saja (tentunya dengan syarat). System demokrasi partisipatoris ini juga mensyaratkan terorganisirnya rakyat di setiap level dan pendidikan politik dilakukan secara simultan di dalamnya, system ini kemudian menjadikan demokrasi sebagai system social yang muncul secara integral dalam masyarakat hingga kemudian rakyat dapt menyadari bahwa kekuasaan ada di tangan mereka.
Metode ini mulai dilakukan di amerika latin oleh kuba ketika hubungan kuba dengan uni soviet kian memburuk sampai kemudian klimaksnya terjadi pada keruntuhan uni soviet di akhir 80 an, embargo ekonomi dan sabotase-sabotase ekonomi-politik yang dilakukan amerika serikat memaksa masyarakat kuba untuk menorganisir dirinya sendiri dalam kelompok-kelompok masyarakat untuk menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Negara ini. Dewan-dewan rakyat yang sebelumnya tidak aktif dibawah pemerintahan castro yang pro soviet mulai diaktifkan oleh Negara dengan tuntutan paling mendasar menyelamatkan kesejahteraan dasar rakyat yaitu produksi pangan. Melalui dewan-dewan rakyat ini, rakyat mulai menggarap lahan-lahan kritis di seluruh kuba dengan tuntutan yang sederhana pula jika lahan kritis tidak dapat diperdayakan maka kebutuhan pangan rakyat tak akan terselesaikan. Dengan cepat kesadaran ini menyebar di seluruh rakyat, berbagai macam eksperimen pertanian dilakukan dengan teknologi tradisional hingga akhirnya lahan-lahan kritis tersebut dapat diberdayakan untuk pertanian kuba, produksi komoditas pertanian pun semakin membaik. Embargo bahan bakar juga memaksa masyarakat kuba mengkolektifkan kepemilikan atas kendaraan bermotor dan mempelajari otomotif secara otodidak.
Ketika kuba memulai hubungan dagang dengan perancis, dewan-dewan rakyat pun menuntut untuk jaminan kesejahteraan mendasar yaitu pendidikan dan kesehatan. Konsentrasi pada kedua tuntutan ini menjadikan kuba sebagai Negara dunia ketiga pertama yang bebas dari buta huruf dan memiliki supply tenaga kerja kesehatan yang berlimpah karena pendidikan kesehatan tidak dikenakan biaya apapun sehingga dapat memaksimalkan jumlah pekerja kesehatan di negeri ini. Ketika kuba mulai menalankan system perdagangan (perdagangan kuba di dalam negeri adalah industry jasa pariwisata) dan monoter pun, dual economic system diterapkan, dua mata uang berlaku di negeri ini yaitu peso dan dollar. Peso kuba bagi rayat hanya seperti kupon dibandingkan uang. Namun dalam hal ini proses demokrasi partisipatoris di kuba tetap tidak dapat dilihat seara jelas kecuali proses elektoralnya yang memakan waktu dua setengah tahun.
Proses demokrasi partisipatoris yang dapat dipantau lebih jelas adalah proses demokrasi di Venezuela. Proses ini mirip dengan proses yang terjadi di kuba namun lebih terbuka. Demokrasi partisipatoris di Venezuela menggunakan dewan komunal sebagai tenaga pokoknya dalam agenda revolusi bolvarian mereka. Dewan-dewan komunal ini dibentuk di berbagai level massa untuk memutuskan kebutuhan mendasarnya melalui program-program kerakyatan yang mereka usulkan ke pemerintah, konstitusi Negara ini dirubah menjadi konstitusi yang lebih kerakyatan.
Proses electoral di Negara ini berlangsung seperti halnya proses electoral di negar-negara lain pada umumnya, oposisi pun dijamin keberadaannya. Namun, proses electoral venezuela memiliki perbedaan mendasar yaitu seluruh pemilih menyadari betul pentingnya member suara pada proses electoral. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ya. Hal ini disebabkan oleh pengorganisiran lingkaran Bolivarian di barrios-barrios (desa) yang memungkinkan diskusi politik terjadi di seluruh tingkatan massa, konstitusi juga dibagikan di seluruh level massa, diskusi-diskusi mengenai konstitusi terjadi di setiap tempat, warung-warung keil dan pinggiran jalan-jalan di Venezuela. Tingkat golput pun menurun secara signifikan dari 65% sebelum Chavez berkuasa menjadi hanya 35% secara bertahap. Proses referendum kembali diaktifkan dan di informasikan kepada massa. Bahkan, aksi tanda tangan bisa menjadi pencabutan mandate rakyat terhadap pemerintahan yang berkuasa dan ini bisa dilakukan kapan saja jika pemerintah melakukan penyelewengan kekuasaan. Proses demokrasi ini memobilisasi seluruh rakyat untuk terlibat aktif didalamnya.
Efektifnya proses demokrasi partisipatoris in dalam menggalang kesadaran rakyat telah dibuktikan oleh rakyat Venezuela dan pemerintahan Chavez. Peristiwa kudeta di tahun 2002 ditanggulangi dengan mobilisasi rakyat dari kampong-kampung miskin dan desa-desa mengembalikan kekuasaan pada pemerintahan Chavez, sabotase ekonomi dari para kapitalis dijawab oleh rakyat pekerja dengan okupasi terhadap pabrik-pabrik yang ditinggalkan, program-program kerakyatan direncanakan, dioperasionalisasikan dan di awasi langsung oleh rakyat melalui dewan komunal.
Melihat proses ini, pertanyaan yang mendasar bagi kita adalah bagaimana dengan Indonesia? Jika dibandingkan dengan Indonesia, proses demokrasi Venezuela jelas sangat berbeda bahkan saling bertolak belakang. Indonesia, sebagaimana Negara-negara ‘demokratis’ pada umumnya meletakkan demokrasi pada pengertian ritual pemilu dan elitism parlemen, partisipasi politik rakyat hanya terjadi pada masa pemilu, tingkat golput semakin meningkat, rakyat buta politik, terlebih lagi proses referendum jangan harap proses ini dikenal oleh rakyat Indonesia. Seluruh proses yang terjadi di Venezuela merupakan hal yang asing bagi rakyat Indonesia bahkan tidak terpikirkan.
Jika kita mengambil contoh di Venezuela dan kuba, kita dapat menemukan bahwa terdapat sebuah proses ekonomi politik yang memaksa rakyat merubah paradigmanya terhadap demokrasi yang sudah diterapkan. Perubahan structural ekonomi politik merupakan factor utamanya, perubahan inilah yang mendorong perubahan kesadaran secara massal di tingkatan massa. Bisa kita ambil contoh embargo ekonomi terhadap kuba dan sabotase ekonomi di Venezuela, proses politik seperti percobaan pembunuhan terhadap castro dan kudeta atas pemerintahan chavez juga mendorong kesadaran rakyat untuk berperan serta dalam politik. Hal lain yang menggerakkannya juga dapat kita ambil dari perubahan struktur politik di kuba dan lingkaran Bolivarian di Venezuela yang. Kita bisa membagi kedua factor tersebut sebagai momentum dan kepemimpinan politik. Kedua factor inilah yang membuat demokrasi partisipatoris jadi memungkinkan untuk di terapkan. Demokrasi partisipatoris membutuhkan kesadaran partisipasi aktif dari rakyat dan alat atau wadah partisipatorisnya.
Pertanyaan bahwa apakah terdapat kemungkinan diterapkannya demokrasi partisipatoris di Indonesia, jawabannya adalah ada kemungkinannya. Meskipun tidak menemukan momentum seradikal kuba, dalam beberapa tahap keadaan di Indonesia hamper serupa dengan Venezuela dan engara dunia ketiga lainnya. Pembentukan demokrasi partisipatoris di Venezuela pun tidak dilakukan secara parsial dari rangkaian gerak ekonomi politik Venezuela, begitupun juga kemungkinan yang ada di Indonesia. Demokrasi partisipatoris sebagai ide untuk mengembalikan kekuasaan ke tangan rakyat merupakan hal yang mutlak harus dilakukan oleh kaum prodemokrasi dan kaum progresif lainnya di Indonesia dengan meluaskan pembangunan organisasi-organisasi rakyat.
Demokrasi sebagai sebuah system social harus dibentuk dari system social itu sendiri melalui pengorganisiran di tingkatan rakyat dan mengenalkan proses demokrasi ini dalam bentuk tindakan keseharian dalam pengorganisiran. Membangun kesadaran rakyat melalui proses demokratis dan menjadikan demokrasi sebagai nilai social di tingkatan rakyat.

Kita tidaklah sedang menciptakan sebuah Transformasi sosial, rakyat lah yang melakukan Transformasi social, yang kita lakukan adalah mendorong kesadaran rakyat menuju Transformasi sosial dan mempersiapkan momentum itu. (Sendja Merah)

Demokrasi Partisipatoris vs Demokrasi Representatif (part 1)

*Roliv

Demokrasi merupakan sebuah system sosial yang muncul dari dialektika sejarah manusia yang mengorganisir dirinya kedalam sebuah kelompok dan mengatur pembagian kekuasaan di dalamnya. Sejak runtuhnya uni soviet di akhir tahun 80an, demokrasi dianggap sebagai sebuah system yang ideal yang dapat mengatur masyarakat dengan lebih adil dan mendorong kepada kesejahteraan juga sebagai system politik yang dinamis dan secara internal sangat beragam. Seorang teoritisi politik menjelaskan bahwa bahwa demokrasi setidaknya memiliki 10 keunggulan, yaitu menghindari tirani, menjamin hak asasi, menjamin kebebasan umum, menentukan nasib sendiri, otonomi moral, menjamin perkembangan manusia, menjaga kepentingan pribadi yang utama, persamaan politik, menjaga perdamaian dan mendorong terciptanya kemakmuran.

Proses demokrasi yang dianggap ideal adalah proses keterwakilan seluruh demos dalam proses pengambilan keputusan. Model yang dianggap ideal dalam pemahaman ini adalah model demokrasi langsung (urform) seperti konsep klasik polis Athena yang dianggap tidak akan dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam kondisi Negara yang besar secara territorial dan dalam kondisi Negara yang memiliki jumlah penduduk jutaan. Sehingga kemudian muncullah demokrasi representatif sebagai penyelesaian masalah penerapan demokrasi. Demokrasi representatif sangat menekankan pada fungsi kepartaian sebagai alat representasi warga dalam proses politik. Partai politik ini diyakini muncul dari keinginan rakyat menyatukan pendapat dan persepsi secara berkelompok untuk menentukan representasinya dalam pemerintahan. Namun, pada faktanya partai dalam sejarahnya tidaklah berasal dari consensus dan kesadaran rakyat akan tetapi hanya dipergunakan untuk memenangkan kandidat dan bentuknya pun hanya seperti kepanitiaan. Meskipun begitu, tidak diabaikan juga bahwa proses dialektika sejarah membawa beberapa partai menjadi wadah perjuangan ideologis.

Pemahaman kendala demokrasi langsung menyebar sebagaimana pemahaman akan demokrasi menyebar di seluruh dunia hingga apa yang disebut demokrasi dalam pemahaman dunia adalah demokrasi representative dan diluarnya adalah bukan demokrasi. Demokrasi dicerabut dari esensinya yaitu pendistribusian kekuasaan ekonomi politik dan consensus seluruh rakyat, referendum pun disebut sebagai peristiwa langka padahal sebenarnya proses itu intrinsic dalam demokrasi. Demokrasi representative juga dikemas dalam ide liberalisme dan menjadikannya intrinsic di dalamnya, demokrasi pun bicara mengenai jaminan hak privat (privilage), hak berserikat pun diartikan sebagai hak pendirian perusahaan, partisipasi dibatasi dalam koridor pemilihan umum dan stabilitas pun diperkenalkan di dalamnya. Semakin lama demokrasi semakin tereduksi menjadi penguasaan sekeolompok kecil orang atas sebagian besar orang.

Dalam demokrasi representative, populasi memilih satu orang kandidat yang mereka percayai untuk dapat mewakili aspirasi mereka duduk di dalam parlemen dimana kebijakan public di buat, pemilih menyerahkan semua hak demokratiknya kepada kandidat tersebut. Permasalahan yang muncul kemudian adalah si kandidat memiliki jarak yang sangat jauh dari massa yang memilihnya denan berbagai macam alasan, pemahaman bahwa massa memiliki hak partisipasi demokratik dalam suatu Negara dan ketika ia melakukan pemilihan haknya diberikan kepada si kandidat pun agaknya asing di tingkatan massa. Kebanyakan massa hanya menagannggap pemilu adalah sebuah ritual kenegaraan dan meraka adalah penonton yang inferior di dalamnya. Banyaknya jumlah populasi yang mengharuskan kandidat melakukan komunikasi terhadap pemilih pun telah mendegradasi kualitas komunikasi politik dengan menggantikannya dengan symbol kampanye dan tentunya hanya orang-orang tertentu sajalah yang mampu membiayai kampanye tersebut. Hal ini telah menjauhkan kandidat dari pemilih sekaligus menutup kemungkinan kelas bawah untuk dapat menjadi kandidat dalam proses electoral. Proses ini kemudian akan memunculkan oligarki dalam kekuasaan. Meskipun begitu, kapitalisme membutuhkan oligarki untuk memastikan akumulasi modal dapat terus terkonsentrasi dan aman dalam bentuk kepemilikan privat.

Oligarki kemudian dengan sendirinya menciptakan krisis legitimasi di tataran rakyat ketidakpercayaan terhadap proses maupun konsistensi kandidat terpilih untuk membawa aspirasi rakyat mulai muncul, singkatnya kita dapat mengambil contoh dengan maraknya jumlah golput pada setiap pemilihan umum di berbagai Negara. Hal ini disebabkan langsung oleh kesenjangan proses demokrasi yang telah dipaparkan sebelumnya. Parlemen menjadi tempat yang asing bagi rakyat bahkan dapat disebut sebagai tempat yang terlalu mewah bagi rakyat, aspirasi tidak lagi didengarkan karena dihalangi oleh peraturan atas nama demokrasi sehingga mengharuskan rakyat melakukan aksi massa untuk menyampaikan aspirasinya karena memang para anggota parlemen tidak pernah bersentuhan langsung dengan rakyat yang diwakilkan oleh mereka bahkan rakyatpun tidak mengenal mereka sementara semua hak demokratik rakyat telah di berikan kepada mereka.

Bagi oligarki, golput bukanlah sebuah permasalahan serius. Keengganan massa memilih perwakilannya dianggap sebagai tindakan demokratis atau kesalahan teknis dalam proses pemilu. Golput bukanlah ancaman bagi oligarki karena meskipun tingkat golput tinggi pemerintahan yang terpilih oleh minoritas pun tetap terligitimasi secara yuridis. Disamping itu juga, pada kenyataannya golput lebih menjadi tindakan apolitis dan keputusasaan parsial dari pemilih (rakyat) terhadap setiap pergantian kekuasaan yang tidak memberikan perubahan apapun.

Demokrasi parlementer dan Oligarki seakan-akan telah menjadi dua hal yang sebenarnya satu. Tidak ada perbedaan mencolok diantara keduanya bahkan bisa dikatakan sama saja, begitupun juga dengan demokrasi. Jika begini masih layakkah demokrasi dipertahankan? Jika masih layak, adakah alernatif bagi demokrasi?

Sekretaris Wilayah LMND Jabar

Rabu, Desember 03, 2008

Struktur Eksekutif Kota LMND Garut



Selamat Atas Terbentuknya Struktur Eksekutif Kota LMND Garut

Ketua ; Firman
Sekretaris ; Feri
DPO ; Ibong
DPB ; Jefri

Selamat Berjuang Kawan!!!
Kobarkan Kembali Api Perlawanan di Garut !!!

Bentuk Dewan Mahasiswa !! Rebut Demokrasi sejati !!




Percik Api dari Garut

Kota ini tidak akan lagi sepi oleh bendera merah menyala kami di jalan-jalan sepanjang kota. sudah lama nampaknya LMND tak lagi bergaung di kota ini sejak turunnya agus drajat dari tampuk kepemimpinan kabupaten garut. peristiwa penurunan bupati ini sempat menggemparkan aktifitas LMND di jawa barat, simpang siurnya berita mengenai keterlibatan LMND di dalamnya. krisis politik yang berkelanjutan ini juga mempengaruhi kinerja politik LMND di kota ini, hingga LMND garut sempat di bekukan oleh LMND wilayah JABAR. Namun, setelah berkali-kali menghimpun semangat baru dan kerja keras kawan-kawan LMND garut, akhirnya struktur LMND mulai terbentuk dengan kekuatan baru, orang-orang baru, regenerasi progresif pun menjadi kenyataan.
Rumah seorang Petani (Anggota STN) Kampung dawungsari menjadi pilihan bagi kami memercikkan kembali api perlawanan terorganisir di Garut. Proses Pendidikan Dasar dengan metode diskursus ini berjalan Selama 3 hari dengan 4 materi yaitu; Filsafat, Analisa Kelas, Metode Berpikir dan Metode Organisasi Progresif. kami memulai perkenalan kami dengan Diskusi Politik bebas mengenai isu lokal sebelum proses pendidikan dimulai guna mennjelajahi pengetahuan dan pemahaman kami mengenai daerah yang sedang kami singgahi dan mencari-cari jerami perlawanan.
Proses pendidikan berjalan sangat lancar dan diikuti dengan antusias oleh kawan-kawan Calon Anggota LMND-Garut yang berjumlah 15 orang. keseluruhan proses berjalan dengan partisipatif dan interaktif, pertanyaan-pertanyaan pun bermunculan dalam diskursus ini terkadang juga senda gurau terjadi dalam sela-sela jeda pembahasan.
Proses Pendidikan ini diakhiri dengan Pelantikan Anggota dan langsung dilanjutkan dengan Konferensi Kota LMND Garut untuk memutuskan Stratak Kota dan memilih Struktur Kota. dalam Konferensi akhirnya LMND Garut memilih struktur organisasi baru yaitu;
Ketua; Firman
Sekretaris; Feri
DPO; Ibong
DPB; Jefri
sebagai Struktur Baru dalam Kepengurusan LMND Eksekutif Kota Garut dan Api Perlawanan pun kembali Menyala di Garut.

Selamat Berjuang Kawan-kawan EK-LMND Garut terus percikkan Api Perlawanan di Garut !!!

Chavez dan Marxisme

by; water lippman

Beberapa pihak sayap-kiri dan lainnya yang tidak begitu kiri memiliki pandangan salah tentang definisi ideologi Komandan Chavez. Seorang intelektual merangkap revolusioner dari Inggris, Alan Woods, yang juga seorang pendukung aktif Revolusi Bolivarian, mengatakan dalam satu wawancara: "Problemnya adalah Chavez bukan Marxis". Domingo Alberto Rangel Sr. juga bersuara senada sejak mengawali oposisinya yang absurd dan dongkol terhadap Presiden, ia bahkan mendesak PCV untuk berhenti mendukung revolusi. Ketua PCV Jeronimo Carrera Damas baru-baru ini berani menyamakan Chavez dengan mantan presiden Venezuela terdahulu, Betancourt, dari AD. Dalam kesempatan lain dan sebagai akibat kemunduran besar revolusi pada 2 Desember 2007 - ketika reformasi konstitutsional tidak disetujui - Jeronimo melangkah jauh dengan menuduh Presiden "bergenit-genit dengan sosialisme". Chavez sendiri sering mengatakan bahwa dirinya "bukan Marxis" dan bahkan menentang pandangan Marx dan beberapa pengikut filsuf Jerman tersebut dalam sejumlah topik. Namun, perkataan dan perbuatan seringkali saling menutupi.
Mari kita lihat:

Kaum intelektual di seluruh penjuru dunia telah menulis tesis yang tak terhingga banyaknya dan menyodorkan saran yang tak ada ujungnya, masing-masing menyisakan ruang interpretasi, kadang kala menggunakan ide dan opini Karl Marx untuk mengembangkan pandangannya sendiri. Tidak sedikit partai revolusioner, atau lebih tepatnya, anggota intelektual mereka, melakukan kesalahan dengan menghubungkan keyakinan Marx dengan ilmu pengetahuan Marxisme secara umum. Ergo (Jadi), bila Marx mengeluarkan kritik pedas kepada Bolivar, maka Bolivar menjadi setan, demikian cara berpikir beberapa "Marxis". Dan bila Marx meyakini bahwa Imperium Inggris semestinya menginvasi India, atau Meksiko Spanyol - karena, dengan memparafrase dia, "akan membantu penguatan kekuatan produksi yang akan menyebabkan koloni-koloni ini berkembang dan mengorganisir proletariatnya sendiri, dan kondisi bagi revolusi dengan begitu akan tercipta" - maka invasi Irak dan Afghanistan adalah kejahatan yang perlu dan layak didukung atau, untuk mengambil kasus tertentu, adalah esensial dalam "mengembangkan borjuasi nasional sebagai batu loncatan menuju pembentukan masa depan yang menjadi panggung ideal bagi revolusi". Kesimpulan absurd semacam itu hanya bisa datang dari orang bodoh yang tumpul pikiran.

Tapi mungkinkah menjadi seorang sosialis tanpa menjadi seorang Marxis? Kami rasa tidak. Berpikir bahwa kau dapat mengalahkan kapitalisme dan kapital - dua hal yang cukup berbeda - tanpa alat ilmiah yang sempurna dan senjata yang paling efektif yang diwakili oleh Marixme adalah anggapan yang tak masuk akal.

Seperti halnya ilmu pengetahuan lainnya, Marxisme sama sekali bukan keseluruhan pandangan Marx tentang beragam topik pada masa kehidupannya, tapi produk historis dan ilmiah dari interpretasi terhadapnya dan teorinya (didasarkan pada rangkuman Lenin yang sangat baik Tiga Sumber dan Tiga Komponen Marxisme: filosofi klasik Jerman, ekonomi politik Inggris dan sosialisme Perancis). Tapi Marxime juga menyantap kontribusi banyak pemikir masa lalu dan masa kini seperti Gramsci, Che Guevara, Mariategui dan Fidel Castro, sebagian di antaranya. Pendeknya, Marxisme adalah ilmu yang dihidupkan oleh karya-karya yang diciptakan oleh banyak orang sebelum dan sesudah Marx. Ia tak hanya menempatkan manusia sebagai pusat perhatian filosofisnya, ia juga menunjukkan jarinya ke jalan emansipasi dan pembentukan manusia baru. Karl Marx berkata: "(...) esensi manusia bukanlah hal abstrak yang intrinsik dalam tiap individu. Itu, dalam kenyataannya, merupakan koleksi dari hubungan-hubungan sosial mereka".

Kami memahami perkataan dan opini Komandan Chavez - terutama mengenai kepemimpinan PCV - dengan cara yang sangat berbeda, karena menurut kami kritikan tersebut bukan diarahkan kepada ilmu Marxisme dalam pengertian yg sesungguhnya, tapi kepada pandangan Karl Marx yang salah sebagai manusia yang dapat membuat kesalahan seperti lainnya, sikap bodoh pimpinan tersebut terhadap pemilu, dan pendekatan yang salah yang diambil oleh mereka yang terbiasa mendistorsi Marxisme dan, dengan melakukan itu, menyebabkan kerusakan yang besar terhadap ide dan panji sosialisme. Dengan kata lain (bila kau bisa memaklumi repetisi) merupakan "interpretasi anti-Marxis terhadap Marxisme yang dibuat oleh segelintir pseudo-Marxis". Mengutip kawan Manuel Valladares, "[mereka] telah disterilisasi dan dipisahkan. Kawan-kawan ini kehilangan peta jalan Marxisme ketika mereka salah meletakkan atau membuang esensi ilmiahnya: dialektika".

Kami tak "menciptakan roda" (reinventing the wheel) bila kami mengatakan bahwa Komandan Chavez adalah Marxis sejati yang melakukan tindakan yang benar dan salah, memanen buah terbaik materialisme historis negeri kami, berpegangan pada realitas kami dan memperkuatnya dengan tepat, menekankan penyebab kepahitan dan kemalangan masyarakat kami dan menjelaskan dialektikanya (kesatuan dan pertarungan kekuatan-kekuatan yang bertentangan) untuk mentransformasinya. Komandan Chavez adalah sebagaiman ia mengklaim dirinya: seorang radikal - karena ia selalu menuju pada akar persoalan. Sebagai manusia, walau demikian, ia dapat juga salah. Seperti, contohnya, dalam kasus NEP. Tapi perkataan dan gagasannya adalah juga target dari kejahatan, kesalahpahaman, dan distorsi yang serupa.

Tidaklah berlebihan untuk menekankan bahwa Chavez adalah seseorang yang meyakini Marxisme dan menguasai teorinya, tapi walau demikian secara praktis. Seorang praktisi bukannya filsuf, bahkan bila ia menyangkal itu, karena Anda tak harus menjadi anggota Partai Komunis atau menghabiskan masa hidup Anda mengutip Marx agar menjadi seorang Marxis. Tidak ada semacam hak milik intelektual terhadap Marxisme.

Chavez seorang Marxis karena ia adalah seorang revolusioner sepenuhnya yang memiliki prinsip teoretis dan praktis maupun realis dan dialektis, karena ia memahami bahwa ia adalah katalisator perubahan revolusioner; ia dengan lihai menerapkan konsep "persatuan dan pertarungan antara kekuatan yang bertentangan", ia mengetahui dan membedakan strategi dari taktik; dan bicara bukan saja tentang mengalahkan kapitalisme, tapi juga menyudahi Kapitalisme dengan membangun sosialisme kita dengan berbasiskan sifat khusus kita tanpa menggunakan alat-alat kapitalisme yang telah rusak. Ia juga tahu bahwa kepemilikan sosial sama halnya dengan pembangunan sosialisme. Kau tak bisa menjadi Guevarista tanpa menjadi Marxis, begitu pun juga Bolivarian, Kristiani, Maoist, Fidelista, Mariateguista etc.etc. dan vice versa. Seorang sosiali adalah juga Kristen Guevarista, Lenini, Bolivarian, Marxis, dan seterusnya.

Yang membuat sejumlah kaum kiri-gadungan (pseudo-leftists) gila adalah kegagalan mereka dalam mentipekan Komandan Chavez sebagai bagian dari tendensi ideologis tertentu. Mereka memanggilnya sebagai orang yang di-tengah-tengah dan mencapnya sebagai pemalsu, seorang revisionis, seorang Trotskyis, militeris, reformis, dsb. hingga beberapa kali mereka mengkontradiksikan dirinya sendiri ketika mereka dapat menerima sifat revolusioner dia. Tersesat dalam dogma-dogma mereka, kawan-kawan ini tidak akan pernah memahami dialektika para revolusioner sejati yang berjalan di muka bumi.

Frei Betto, seorang intelektual dan tokoh teologi pembebasan dari Brasil pernah berkata "kasih sayang adalah definisi politik sosialisme".

Maka,

Chavez adalah proklamator kasih-sayang yang terbesar!

diterjemahkan oleh; Data Brainata

Rabu, November 26, 2008

Krisis Global dan Krisis Kapitalisme (Part 2)

oleh ; *Andrew B.H.L

Dengan paparan tersebut diatas, coba dibayangkan, dengan resiko banyaknya kegagalan pembayaran hutang (default) di pasar sub-prime, maka akan semakin banyak nya properti yang akan dilempar ke pasar properti, sesuai dengan hukum supply-demand, semakin banyaknya persediaan (supply) maka harga properti di pasar properti di pasar properti akan semakin jatuh. Dan jikalau terjadi penurunan di pasar properti, maka bukan saja penyedia layanan hipotek sub-prime yang merugi, tetapi kini semua pihak yang membeli produk produk agunan akan merugi. Hal ini diperparah dengan kondisi masyarakat yang sudah konsumtif, maka pasar akan terus mengambang. Dan pada akhirnya akan menjungkir balikkan keseimbangan ekonomi.
Pada bulan Maret 2007, 25 perusahaan mortgagee menyatakan bangkrut, pada April 2007, New Century,Inc (mortgagee terbesar di AS) menyatakan bangkrut. Disusul kemudian dengan banyak lagi perusahaan yang bangkrut, salah satunya Meryl-Lynch, Lehman Brothers, AIG Groups, Northern Rock (Inggris), dan lain lain. Kepanikan terjadi di pasar, para investor menjual lebih banyak lagi saham demi mengimbangi kerugian, dan diperburuk lagi, tidak hanya menjual produk-produk sub-prime atau yang terkait dengannya, tetapi menjual apapun yang dapat dijual. Inilah yang menyebabkan jatuhnya seluruh harga saham dunia, bukan hanya saham yang terkait dengan sub-prime. Di saat yang bersamaan, bank bank diseluruh dunia (pada umumnya) mendanai pinjaman mereka kepada masyarakat dengan cara meminjam kepada bank lain atau mengumpulkan dari spekulasi di pasar uang. Pinjaman antar bank dilakukan perhitungannya per hari(daily basis) untuk menyeimbangkan pembukuan mereka. Ketika mengetahui bahwa MBS sub-prime juga berada di sektor perbankan, maka banyak pemberi pinjaman menghentikan pemberian pinjamannya. Dan karena banyak bank yang tidak benar benar mengetahui bank mana saja yang terserang krisis sub-prime, maka banyak menolak memberi pinjaman dana cairnya kepada bank lain. Inilah menyebabkan “credit crunch”, suatu kondisi dimana bank-bank mendapati keadaan bahwa tidak tersedianya kredit lagi. Demikianlah kira kira analisa bagaimana terjadinya krisis keuangan yang terjadi sekarang di dunia.
Dalam dunia kapitalisme, sektor finansial-lah yang menjadi mesin penggerak kekayaan. Kekayaan ini tidak serta merta dihasilkan dengan menghasilkan barang nyata, tetapi dengan menyediakan jasa dimana seseorang dapat bertaruh dalam harga berjangka suatu komoditas. Pertaruhannya dilakukan di pasar saham, yang pada awalnya diciptakan sebagai pertaruhan mengenai pergerakan harga saham di masa depan berbanding dengan untung/rugi suatu perusahaan. Indonesia dalam hal ini pun mengadopsi hal ini. Secara langsung pun hal ini berimbas terhadap perekonomian kita. Biarpun episentrum dari krisis ini terjadi di Amerika Serikat, tetapi di Indonesia goncangan nya pun tetap terasa.
Dengan paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa:
• Dalam kapitalisme, sektor ekonomi non riil (jasa) adalah basis utama ekonomi.
• Dengan sektor ekonomi non riil sebagai badan, maka konsumerisme adalah jantung untuk menggerakkannya.
• Dengan pola berbasiskan permintaan, bukan persediaan kita melakukan trade (perdagangan).
• Pemerintah tidak diizinkan untuk melakukan intervensi dalam hal apapun mengenai ekonomi, karena itu diklaim akan ”mengotori” kebebasan dalam ekonomi.
• Pemerintah tidak bisa melakukan proteksi terhadap produk dalam negeri dan selalu mengabaikan pasar domestik karena dianggap tidak menghasilkan profit yang signifikan dibandingkan dengan pasar global.
• Pemerintah Indonesia belum menemukan dan mengembangkan produk produk yang menjadi fundamen dalam perdagangan ekonomi dunia.
• Oleh karena itu, yang menjadi pemain dalam bidang ekonomi kapitalis adalah kaum pemilik modal, karena yang mampu untuk melaksanakan hal itu adalah kaum pemilik modal.
• Kaum pemilik modal akan semakin kaya, dan yang miskin akan selalu miskin dan semakin miskin, karena tidak akan pernah terjadi distribusi kekayaan. Distribusi yang terjadi pun hanya akan terjadi pada kaum pemilik modal tersebut.
Berdasarkan hal diatas, adalah hal yang wajar bagi Indonesia untuk mengubah pemahamannya dalam bidang ekonomi. Indonesia harus menjadikan sektor riil sebagai backbone perekonomian nya. Hal ini tidak hanya akan mengurangi konsumerisme, tetapi akan memicu tingkat produktifitas masyarakat. Produktifitas yang tinggi akan memunculkan produk produk yang akan menjadi komoditi utama dalam perdagangan dunia. Pemerintah dalam hal ini harus memproteksi komoditi yang menjadi basis produksinya ,melalui kebijakan dan program yang nyata. Sehingga yang terjadi adalah distribusi kekayaan yang merata, karena hanya yang bekerja yang akan memperoleh hasilnya, bukan hanya karena semata mata pemilik modal, atau karena dengan spekulasi (spekulan pada pasar saham/derivatif). Jadi Kapitalisme bukan lah jalan menuju kesejahteraan bangsa ini. Apakah sistem ekonomi Syariah? Apakah sistem ekonomi Pancasila? Apakah sistem ekonomi Sosialis? Kita-sebagai bagian dari bangsa Indonesia-harus mengkaji secara ilmiah apakah jalan yang terbaik untuk menuju kesejahteraan, sebagaimana apa yang dicita citakan pendahulu bangsa ini. Satu hal yang harus kita ingat sebagai pedoman dalam menentukan arah atau jalan adalah semuanya demi kemanusiaan.


Struggle for Freedom

*Ketua LMND Bandung

Krisis Global dan Krisis Kapitalisme (Part 1)

oleh ; *Andrew B.H.L

A“La croissance est un folie”

Sebuah coretan anti FED di Lausanne

Kapitalisme secara umum tidak mempunyai definisi yang secara universal dapat diterima oleh semua pihak. Tapi secara umum dapat dilihat sebagai:

  • sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa pada masa abad ke-16 hingga abad ke-19 - yaitu di masa perkembangan perbankan komersial Eropa, di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas di mana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal.
  • teori yang saling bersaing yang berkembang pada abad ke-19 dalam konteks Revolusi Industri, dan abad ke-20 dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk membenarkan kepemilikan modal, untuk menjelaskan pengoperasian pasar semacam itu, dan untuk membimbing penggunaan atau penghapusan peraturan pemerintah mengenai hak milik dan pasaran.
  • suatu keyakinan mengenai keuntungan dari menjalankan hal-hal semacam itu.

Dilihat dari sejarah, kapitalisme telah tumbuh dan berkembang dan menyebar ke seluruh penjuru dunia seperti jamur. Kapitalisme diklaim oleh beberapa pihak sebagai sistem yang terbaik di dunia. Dengan alasan, bahwa kapitalisme telah memberikan apa yang tidak pernah terjadi dalam sistem yang lain; yaitu kekayaan yang sangat besar. Kapitalisme sendiri terus berkembang sampai kepada era milenium ketiga ini. Transformasi atau “perbaikan” terus dilakukan oleh pihak-pihak yang mengklaim Kapitalisme ini sebagai yang terbaik, untuk membuktikan kepada dunia, bahwa Kapitalisme adalah yang terbaik. Untuk hal ini, kaum cendekiawan yang sepakat dengan hal ini melakukan berbagai riset, penelitian, dan mengeluarkan buku atau jurnal yang mendukung hal tersebut. Keberhasilan sistem ini dipropagandakan secara luas dan besar besaran keseluruh dunia. Dengan memanfaatkan alat alat produksi yang dikuasai oleh kaum kapitalis, yaitu media. Seluruh dunia dibombardir dengan iklan, yang menunjukkan apa saja yang telah dan dapat dilakukan dengan menganut sistem ini. Maka dengan cepat dan pasti, paham kapitalisme terus meluas dan “diakui” oleh negara negara dunia sebagai yang terbaik bagi mereka.

Apakah memang benar Kapitalisme adalah yang terbaik di Indonesia? Apakah kapitalisme adalah yang terbaik bagi Indonesia?

Sejak lahirnya paham Kapitalisme sampai sekarang, kita sudah melihat bagaimana Kapitalisme ini telah memperlakukan kita. Saya tidak akan membahas secara detail paham Kapitalisme disini, tetapi saya akan mencoba menawarkan sesuatu yang saya harap akan menggugah pikiran dan perasaan dengan kaca mata yang berbeda.

Paham Kapitalisme, mulai berkembang di Indonesia sejak periode 1980-an. Hal ini dibungkus dengan kebijakan paket deregulasi dan debirokratisasi. Paham ini menemukan momentumnya pada saat Indonesia mulai merasakan tanda tanda krisis pada tahun 1995. Dengan merosotnya nilai rupiah, bahkan pernah mencapai nilai tukar 1$ = 16 ribuan rupiah, pemerintah mengundang IMF(International Monetary Fund) untuk memulihkan kondisi perekonomian Indonesia yang pada saat itu sudah sangat kritis. Sebagai syarat pencairan dana talangan IMF, pemerintah Indonesia harus atau wajib melaksanakan patuh terhadap paket kebijakan Konsensus Washington. Konsensus Washington adalah paket kebijakan yang menjadi menu dasar SAP(Structural Adjustment Program) IMF yang garis besarnya adalah:

  1. pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya.
  2. pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan.
  3. pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan.
  4. pelaksanaan privatisasi BUMN.

Kemudian pemerintah Indonesia menandatangani LOI(Letter Of Intentent) dengan IMF, yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, sekaligus memberikan peluang masuknya perusahaan perusahaan multinasional ke Indonesia serta kebijakan privatisasi beberapa BUMN, beberapa diantaranya Indosat, Telkom, PT.Timah, dan Aneka Tambang. Dan hal ini masih terus dilakukan pemerintah Indonesia; walaupun sudah berganti pemerintahan, sampai sekarang, walaupun pemerintah Indonesia sudah ”tidak” bekerja sama lagi dengan IMF. Semenjak Indonesia mengalami krisis moneter yang melanda Indonesia pada medio 1997 sampai sekarang, pemerintah mengklaim bahwa perekonomian Indonesia sudah mulai membaik, dengan menunjukkan parameter parameter yang diklaim dapat menunjukkan nilai nilai peningkatan tersebut. Misalnya, pendapatan per kapita (dengan pola distribusi yang sangat tidak merata, dimana jumlah penduduk Indonesia dengan penghasilan dibawah 1 juta rupiah hampir 50% nya), peningkatan investasi di Indonesia(dengan fakta bahwa hampir setengah investasi yang ada di Indonesia adalah asing dan dengan kontrak kontrak yang tidak transparan), jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan (dengan definisi kemiskinan yang sangat rancu, versi Indonesia dan versi PBB), dan lain sebagainya. Jadi ada perbedaan pandangan yang sangat mendasar antara pemerintah dan masyarakat dalam segala hal. Mulai dari definisi, sampai pada tingkat pelaksanaan. Hal ini sangat tidak baik, karena masyarakat dan pemerintah seharusnya bekerja sama.

Beberapa waktu yang lalu, bapak presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pidato mengenai krisis yang sedang melanda Indonesia. Bapak presiden mengatakan (kira kira seperti ini), bahwa bangsa Indonesia tidak akan mengalami dampak yang terlalu signifikan, dan krisis yang terjadi sekarang adalah tidak sama dengan krisis yang terjadi di masa lampau (1997-1998), dan oleh karena itu, bangsa Indonesia tidak perlu panik menghadapi hal ini. Dan pemerintah akan selalu memonitor perkembangan pasar dan akan mengambil langkah langkah yang dianggap perlu untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia. Tapi sebenarnya apa yang terjadi pada krisis tahun 2007-2008 ini?.

Ada ahli yang mengatakan bahwa ini adalah sebuah siklus 10 tahun-an. Ibarat penyakit, ini adalah sakit yang kambuhan dengan periode 10 tahun, mungkin adalah analogi yang tepat untuk menggambarkan pernyataan ahli ekonomi tersebut. Ini berarti krisis seperti ini adalah hal yang biasa dalam sistem perekonomian, kesimpulan yang saya tangkap adalah krisis ini adalah permanen terjadi setiap 10 tahun. Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa ini adalah akibat dari tindakan tindakan dari beberapa individu (pelaku pasar) untuk meraup keuntungan, dan membuat pasar tidak seimbang. Banyak ahli yang mengatakan krisis ini disebabkan oleh krisis kredit atau ”credit crunch” (versi beberapa media internasioanal) yang muncul pada awal Agustus 2007. Hal ini menyebabkan hilangnya kepercayaan investor atau nasabah terhadap pihak perbankan. Ini kemudian memicu terjadinya krisis likuiditas atau liquidity crisis. Beberapa ahli menganalisa hal ini disebabkan oleh krisis sb-prime mortgage. Dengan menjadikan sistem ekonomi tidak lagi berbasiskan persediaan melainkan permintaan, menggunakan sektor jasa sebagai badan ekonomi maka yang menjadi jantungnya adalah konsumen. Oleh karena itu, pemerintah (dalam hal ini adalah Amerika Serikat) berusaha mengarahkan masyarakatnya untuk selalu berbelanja dan menghabiskan uang, agar ekonomi nya selalu sehat. Bagian terbesar dari pengeluaran konsumen adalah pembelian rumah dan pembayaran hipotek rumah. Kebutuhan akan rumah ini juga akan memicu kebutuhan yang lain seperti kebutuhan akan furnitur, dan peralatan rumah, dan konstruksi. Jadi sektor ini adalah sektor yang paling menggiurkan untuk digarap oleh para investor. Akhirnya tidak hanya pasar prime (orang yang memiliki skor kredit (FICO) kurang dari 620) tapi pasar sub-prime(kebalikan dari prime) pun digarap. Kenapa? Karena dengan membebani hipotek mortgagor dengan suku bunga yang lebih tinggi daripada suku bunga komersial, akibat semakin besarnya resiko default (gagal bayar), apabila mortgagor gagal membayar, maka mortgagee dapat memperoleh kembali properti yang dijaminkan dan menjualnya kembali di pasar properti yang harganya naik. Tidak puas dengan hal ini, kemudian mortgagee ini menjual piutang piutang ini dengan surat surat berharga dengan bekerja sama dengan perusahaan sekuritas di pasar saham. Dan dengan semakin maraknya pasar ini, maka semakin banyak bank investasi yang menanamkan atau membeli saham ini. Ada 2 tipe investasi yang dilakukan:

  1. menjadi pemilik agunan hutang obligasi (CDO), Collateralised Debt Obligations.
  2. menjadi pemilik sekuritas beragun hipotek (MBS), Mortgage-backed Securities.

Perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah, CDO adalah investasi terhadap cash flow yang terdapat pada aset aset, MBS adalah dimana sebuah bank menjual menjual sebuah hutang sebagai satu produk. Sebagai imbalan dari ongkos pembelian produk tersebut, para pemilik obligasi menerima pembayaran hutang secara teratur. (bersambung)


*Ketua LMND Bandung

Senin, November 24, 2008

Komersialisasi Pendidikan

Feriandri Sinulingga*

Dilatarbelakangi oleh subsidi biaya pendidikan yang tidak lagi sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah, beberapa perguruan tinggi dipilih untuk diubah menjadi menjadi BHMN. Selain untuk mengurangi biaya pendidikan yang dikeluarkan pemerintah, diharapkan PT tersebut dapat menentukan renstra (rencana strategis)nya sendiri. Hal ini dimulai sejak keluarnya PP No.61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negri sebagai Badan Hukum. Sebagai konsekuensinya, PTN sebagai BHMN dapat melakukan usaha apapun untuk memenuhi kas keuangannya.

suasana kuliah

suasana kuliah

Satu usaha yang dilakukan oleh PT adalah USM (Ujian Saringan Masuk). Sejak dari awal USM ini sudah menjadi kontroversi karena hanya dapat diikuti oleh orang-orang yang mampu membayar sejumlah uang dengan nominal yang terbilang besar. Alasan yang sering digunakan untuk membuka USM adalah dana yang besar dari mahasiswa USM akan didistribusikan ke dalam kas dan digunakan untuk kesejahteraan mahasiswa. Alasan yang tidak dapat kita ketahui kebenarannya karena transparansi keuangan pun mahasiswa tidak memilikinya. Selain itu, Rektorat juga menjamin bahwa mahasiswa yang dihasilkan melalui USM setara dengan mahasiswa melalui SPMB. Dengan alasan demikian, sepertinya USM ini membawa dampak positif bagi kelangsungan Pendidikan. Tetapi bagaimana nasib mereka yang mempunyai kemampuan inteligensia tetapi tidak mempunyai kemmapuan financial. Dengan kata lain membeli formulirnya saja dia tidak sanggup apalagi membayar sumbangan yang begitu besar. Nah, sebenarnya disini lah pokok permasalahannya. Maka mereka yang mempunyai uang akan memperoleh pendidikan sedangkan mereka yang tidak mempunyai uang hanya boleh menjadi pengemis dan gelandangan saja.
Dimana peran pemerintah sebagai stack holder Pendidikan? Mereka lepas tangan dan menutup mata melihat kondisi yang terjadi. Maka tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa orang miskin dilarang sekolah. Hal ini bertentangan dengan tujuan Negara dimana pemerintah mempunyai kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (masyarakat). Pendidikan harus dapat diakses oleh seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, pendidikan jangan dianggap sebagai komoditi pasar yang hanya dipandang melalui proses permintaan dan penawaran. Pendidikan adalah hak seluruh rakyat Indonesia, sehingga pendidikan tidak boleh dibatasi dengan angka-angka.


*Anggota LMND Bandung, Ketua MG-ITB

Senin, November 03, 2008

Bagaimana dan Mengapa Venezuela Akan Mengatasi Krisis Finansial

Martin Saatdjian

ali-rodriguez.JPGTerlepas dari dampak kejatuhan ekonomi saat ini, pemerintah Venezuela telah mengambil keputusan ekonomi penting - bahkan sebelum terlihatnya krisis ini - yang sekarang menguntungkan dan mengamankan ekonomi dari ancaman krisis finansial.

Wawancara baru-baru ini dengan Menteri Ekonomi dan Keuangan, Ali Rodriguez, mengonfirmasikan bahwa ekonomi Venezuela memiliki pengaman yang cukup terhadap efek-efek negatif pelambanan (slowdown) ekonomi yang memukul ekonomi-ekonomi utama di dunia.

Meskipun begitu, Menteri tersebut menekankan bahwa perhatian mendalam harus diberikan kepada evolusi langkah-langkah yang diambil Amerika Serikat dan Eropa untuk mengatasi tantangan terbesar terhadap ekonomi-ekonomi kapitalis barat sejak the Great Depression tahun 1929.

Pengamatan tersebut harus menyertakan dampak krisis terhadap ekonomi riil dan fluktuasi harga komoditas yang masih menjadi sandaran Venezuela.

Penyelidikan singkat terhadap angka-angka dalam tahun 2007 menunjukkan bahwa Venezuela berada di atas kebanyakan negeri-negeri di dunia dan seluruh Hemisfer Amerika (termasuk Amerika Serikat dan Kanada) dalam hal cadangan devisa (international reserves - IR) per kapita terbesar.

Menurut angka tahun 2007, bagi tiap orang yang tinggal di Venezuela terdapat cadangan devisa sebesar $1.300 pada akhir tahun 2007 (total $34 milyar).[1] Jumlah per kapita ini melampaui ekonomi-ekonomi utama di Amerika Latin, seperti: Argentina ($1.141); Brasil ($919), Chile ($1.023) dan Meksiko ($799).[2]

Menurut angka-angka ini, cadangan devisa Venezuela melebihi negeri Amerika Latin kedua dengan cadangan devisa per kapita tertinggi, Uruguay, dengan selisih $113. Jumlah ini, bila dikalikan dengan seluruh penduduk Venezuela (26,4 juta), akan hampir mencapai total $3 milyar.

Jumlah sebesar ini dapat digunakan untuk mengatasi dampak negatif krisis finansial dan Venezuela akan dapat tetap berada pada daftar teratas dalam jumlah cadangan devisa per kapita di Amerika Latin.

Cadangan Devisa Per Kapita (IR/Populasi)
Venezuela $1,300
Uruguay $1,187
Argentina $1,141
Chile $1,023
Peru $932
Brasil $919
Meksiko $799
Bolivia $572
Kolombia $464
Paraguay $362

OPEC dan Kedaulatan Ekonomi

Kebijakan ekonomi independen dan berdaulat Presiden Chavez yang bertujuan untuk menghapuskan neoliberalisme memberikan penjelasan tentang pertumbuhan IR Venezuela. Kebanyakan dari kebijakan ini mendapat kritikan pedas dari media swasta di Venezuela dan afiliasinya di penjuru dunia.

Contohnya, di tengah-tengah harga minyak $8 dolar per barel petroleum pada 1999, administrasi Clinton merasa “dijengkelkan” oleh kunjungan Presiden Hugo Chavez ke negeri-negeri Pengekspor Minyak di Timur Tengah, termasuk Irak di bawah Saddam Hussein, untuk memperkuat OPEC.

Sebelum Chavez, Venezuela adalah negeri yang tunduk pada pengaruh AS dan, dengan demikian, partisipasinya di OPEC diwujudkan dengan mengganggu kesepakatan yang bertujuan mencapai kestabilan dan harga yang adil bagi barel minyak. Kelanjutan kunjungan tersebut, negeri-negeri OPEC menggelar Pertemuan Tingkat Tinggi di Caracas pada 2000 yang dimonitor dengan ketat oleh Washington.

Selama KTT OPEC, Venezuela mendapat peran kepemimpinan yang penting dalam organisasi ini, sehingga memungkinkannya memainkan peran signifikan dalam mengembalikan harga minyak dari titik terendahnya dalam beberapa tahun belakangan ini.

Dengan begitu, Venezuela mengamankan sumber pendapatan yang vital bagi ekonominya.

Menyusul kebijakan ini, Pemerintah Chavez memulai pembalikkan dari sistem produksi minyak yang paling bejat dan anti-nasional, “la apertura petrolera” (pembukaan petroleum). Dengan membuka sektor petroleum, Perusahaan Petroleum Venezuela (PDVSA) memberikan perusahaan minyak transnasional hak untuk mengekstraksi minyak dengan memberikan porsi yang tak signifikan kepada negara Venezuela.

Skema ini berarti bahwa, walaupun harga minyak sedikit membaik, sebagian besar profitnya mengalir ke korporasi transnasional. Kesepakatan-kesepakatan ini, yang penandatanganannya bertentangan dengan kepentingan rakyat Venezuela, diberikan kepada korporasi transnasional dengan masa berlaku 20 tahun.

Pembukaan petroleum nyaris menjadi privatisasi industri minyak Venezuela di masa puncak neoliberalisme di Amerika Latin. Membalikkan pembukaan industri petroleum Venezuela bukanlah tugas mudah bagi pemerintahan Chavez.

Para analis sepakat bahwa kudeta terhadap Chavez pada 2002 dan pemogokan minyak elitis pada 2002/2003 adalah konsekuensi langsung dari penerapan serangkaian Undang-Undang, termasuk Undang-Undang Hidrokarbon baru yang ditulis atas keputusan Presiden.

Menurut UU yang baru ini, “Kesepakatan Bersama” antara perusahaan minyak transnasional dan PDVSA mengenai produksi minyak, yang ditandatangani pada puncak dibukanya industri petroleum, akan dialihkan menjadi Usaha Campuran (Mixed Ventures).

Skema baru ini akan memberikan Negara Venezuela, melalui PDVSA, partisipasi mayoritas dalam produksi minyak. Juga, pajak dan royalti terhadap perusahaan transnasional akan ditingkatkan.

Merasa tak nyaman akibat keputusan berdaulat yang dibuat oleh pemerintah Chavez, Exxon-Mobil melakukan kekonyolan dengan mengajukan tuntutan terhadap Negara Venezuela pada pengadilan Inggris.

Awalnya, satu dari sejumlah pengadilan ini mengeluarkan keputusan yang berpihak pada Exxon-Mobil dengan menjatuhkan langkah pencegahan membekukan aset PDVSA sebesar $12 milyar; tapi setelah argumen yang dibuat oleh PDVSA diperdengarkan pada 18 Maret 2008, Tribunal Inggris lainnya membatalkan keputusan sebelumnya ini.

Menurut Menteri Energi dan Petroleum Venezuela, Rafael Ramirez, keputusan ini “100% menguntungkan” Venezuela dan merupakan kemenangan atas “pemerasan” korporasi transnasional.

Hasil akhirnya sudah jelas; terlepas dari harga barel minyak, faktanya adalah Venezuela, melalui “re-nasionalisasi” industri minyak, kini memiliki proporsi profit yang lebih besar dari ekspor minyak dibandingkan sebelumnya, sebagian diantaranya dikonversikan menjadi cadangan devisa.

Kontrol Pertukaran Mata Uang

Satu faktor utama yang berkontribusi pada peningkatan cadangan devisa adalah Kontrol Pertukaran Mata Uang (Currency Exchange Control - CEC).

Hal yang penting diingat adalah CEC awalnya diterapkan pada puncak ketakstabilan politik di Venezuela yang dipicu oleh kelompok oposisi yang memimpin pemogokan di PDVSA.

Pemogokan ini disertai protes-protes massif dan iklan-iklan TV di media swasta yang memicu rakyat untuk berontak. Produksi minyak dihentikan dan berakibat menghancurkan ekonomi Venezuela dengan tingkat pendapatan yang menurun drastis dan PDB yang berkontraksi.

Ironisnya, Venezuela terpaksa mengimpor bensin.

Namun demikian, setelah sukses mengalahkan upaya kaum oposisi dalam menggulingkan pemerintah dan mengambil-alih operasi PDVSA, Pemerintah Chavez memerlukan penerapan CEC, sebagai langkah untuk menghindari pelarian kapital (capital flight) (sebuah problem yang konsisten dalam ekonomi Amerika Latin). Pemulihan produksi minyak dengan cepat pada 2003, sejalan dengan CEC memungkinkan Venezuela meningkatkan cadangan devisanya dengan cepat.

Media swasta dan pakar ekonomi terus-menerus memberikan tekanan untuk menghentikan CEC.

Untungnya, Pemerintah Venezuela mempertahankan CEC, dengan membolehkan penyesuaian kecil dalam tahun-tahun belakangan ini.

Hasilnya, menegakkan CEC telah memberikan Venezuela pengaman besar di tengah krisis finansial saat ini yang didemonstrasikan sebelumnya dengan pertumbuhan cadangan devisa.

Aspek positif CEC lainnya adalah harga dolar AS tetap dipatok untuk periode yang lama terlepas dari tingginya tingkat inflasi yang dicatat oleh ekonomi Venezuela dalam tahun-tahun sebelumnya [3]. Maka, bila krisis finansial semakin mendalam dan harga minyak jatuh, devaluasi kecil terhadap Bolivar (mata uang Venezuela), berikut pembelanjaan ketat (austerity spending) dalam tahun fiskal berikutnya dan langkah-langkah serupa lainnya akan memberikan Venezuela mekanisme pertahanan yang cukup, meskipun tanpa menggunakan cadangan devisa, untuk mengatasi krisis finansial.

————–

Martin Saatdjian ialah Sektretaris Ketiga dalam Kementerian Luar Negeri Republik Bolivarian Venezuela.

Catatan:

[1] Dalam wawancara yang diberikan oleh Menteri Ekonomi dan Keuangan pada 5 Oktober 2008, ia mengumukan bahwa saat ini cadangan devisa berada hampir pada jmulah $40 milyar.

[2] Informasi diambil dari: https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/

[3] Walaupun inflasi relatif tinggi, upah telah meningkat dengan laju yang lebih cepat dibandingkan inflasi.

_____________________________________

Diambil dari venezuelanalysis.com
Diterjemahkan oleh NEFOS.org

Selasa, Oktober 21, 2008

Merekonstruksi Pandangan Penataan Ruang Kota

Rolliv

Pengantar

Tentunya kita sudah terbiasa dengan pemandangan kota-kota besar di indonesia yang selalu menunjukkan dua kondisi yang saling berlawanan. Dimana-mana kita dapat dengan mudah menemukan bangunan-bangunan gedung bertingkat yang modern dengan segala fasilitasnya. Gedung-gedung ini juga berdekatan dengan daerah pemukiman yang terlihat padat bertumpuk-tumpuk pada satu teritorial, di sana juga kita dapat mengakses pedagang kaki lima, warung-warung rokok kecil, pengamen, pengemis dan rumah non permanen dari kardus atau spanduk bekas kampanye partai politik. Semua kontradiksi ini berlanjut sampai ke jalan-jalan di kota, kita juga bisa melihat bagaimana kemacetan memperlihatkan banyaknya mobil pribadi dari yang mewah sampai yang murah, motor, angkutan kota yang berhenti sembarangan, becak, bus berbagai macam jenis berkumpul di ruas jalan yang sempit. Hal lain juga kita bisa lihat dari penggusuran pasar yang berakhir pada pembangunan mall, hipermarket dan outlet ekonomi besar lainnya.
Pemandangan diatas mungkin merupakan pemandangan sehari-hari bagi masyarakat kota di indonesia sehingga mereka tidak mempermasalahkan lagi dampak sosial yang muncul di masyarakat bahkan secara prinsip memisahkan permasalahan tata ruang ini dengan permasalahan sosial sehari-hari yang mereka hadapi. Masyarakat secara luas memang tidak menyadari secara langsung pengaruh dari perubahan tata ruang suatu wilayah terhadap proses interaksi sosial yang berlangsung di daerah tersebut. Namun, kaum intelektual yang dianggap dapat mencerna perubahan ini dan dapat menjelaskannya kepada masyarakat juga rupanya tidak cukup peka terhadap perubahan sosial yang disebabkan oleh penataan ruang ini.
Penataan ruang kota bagi pemerintah adalah mengatur tata letak ruang publik yang bertitik tolak pada estetika dan fungsi ekonomisnya terhadap pemerintah. Tata ruang bagi pemerintah tidak ubahnya hanya permasalahan pembentukan image keharmonisan, keserasian dan keselarasan sebuah pemerintahan teritorial. Pandangan pemerintah ini selaras dengan kepentingan para pengusaha yang ingin mengakumulasi modal engan meningkatkan konsumsi terhadap komoditas yang mereka tawarkan. Seringkali pandangan pemerintah mengenai estetika tata ruang dapat selaras dengan kepentingan akumulasi pemodal dengan kompromi kompromi yang mereka siapkan kepada rakyat dan penguasa politik teritorial. Keselarasan ini bisa kita cermati dalam fenomena pasar modern (hypermart,trade center, mall, dll.) yang membanjiri semua kota pinggiran bahkan aturan tata ruang mengenai pembangunannya pun sangat mudah untuk di reduksi dalam setiap regulasi yang berubah di setiap tahunnya melalui revisi perda RTRW.
Di bagian lain, kaum intelektual sangat berpengaruh dalam perencanaan tata ruang kota. Mereka merupakan ahli-ahli yang menghitung efisiensi dan efektifitas tata letak ruang publik dalam penataan ruang. Mereka seringkali menjadi perencana utama dalam perencanaan tata ruang kota, keahlian mereka inilah yang dibuat sebagai legitimasi bagi pemerintah dan pengusaha dalam menjalankan proyeknya. Hal inilah yang mendasari pelibatan mereka dalam proses regulasi penataan ruang.
Pemerintah, para ahli (kaum intelektual) dan pengusaha cenderung memandang masyarakat sebagai masalah ketimbang sumber penggalian ide maka, pelibatan masyarakatpun diatur seminimal mungkin bahkan tidak dilibatkan dalam proses regulasi. Masyarakat cenderung hanya disosialisasikan ketika kebijakan tersebut sudah diputuskan dan tinggal dijalankan. Posisi masyarakat dalam regulasi sangat lemah, masyarakat hanya berfungsi sebagai penonton proses regulasi dan menerima regulasi sebagai taken for granted dan tidak dapat di pertimbangkan lagi.

Pola regulasi penataan ruang kota di indonesia

Regulasi atau penentuan kebijakan dalam penataan ruang merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam menentukan bagaimana pola pembangunan di sebuah kota. Indonesia Dalam hal perencanaan pembangunan kota, di Indonesia telah lama dilaksanakan, diawali dengan diberlakukannya De Statuten van 1642, khusus bagi kota Batavia (Jakarta sekarang. Periode berikutnya oleh Pemerintah Indonesia ditetapkan Standsvorming Ordonantie, Staatblaad No. 168 tahun 1948. Ketentuan ini berlaku sampai dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang secara tegas mencabut berlakunya Standsvorming Ordonantie, Staatblaad No. 168 tahun 1948, Walau undang-undang tentang Penataan Ruang baru ditetapkan pada tahun 1992, yang tepatnya pada tanggal 13 Oktober 1992, tidak berarti bahwa kegiatan perencanaan tata ruang kota tidak dilakukan Pemerintah. Sejak sekitar tahun 1970-an, perencanaan tata ruang secara komprehensif telah dilaksanakan di bawah tanggung jawab Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, yang bekerjasama dengan Ditjen PUOD (Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah) Departemen Dalam Negeri. Pada umumnya pola penataan ruang pada masa itu lebih mengacu pada pola penataan ruang di Eropah, yakni dengan pola pemintakatan atau zoning yang ketat.
Dalam pelaksanaannya produk penataan ruang pola zoning tidak efektif, sehingga terbit Instruksi Menteri Dalam Negeri No.: 30 tahun 1985 tentang Penegakan Hukum/ Peraturan Dalam Rangka Pengelolaan Daerah Perkotaan, yang diikuti dengan terbitnya: (a) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1986 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota di Seluruh Indonesia, dan (b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 2 tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Kedua peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut merupakan acuan para pihak terlibat dalam penyusunan tata ruang kota, sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Penataan Ruang.
Pada masa Orde Baru, perancangan dan perencanaan tata ruang kota sangat menekankan arti fisik, top down, serba deterministic dan menomorduakan manusia. Orde baru sangat memuja-muja keseragaman dan simbolisasi kekuasaan dan keharmonisan tanpa memperhitungkan dampak sosial dari penataan ruang meskipun seara fakta meraka juga mengeluarkan peraturan pemerintah no 69 tahun 1996 yang mengatur mengenai partisipasi publik dalam penataan ruang. Sekarang, pada masa reformasi pemerintahan secara bertahap membuka keterlibatan kelompok lain di luar pemerintah dengan menganut prinsi partisipasi publik dalam good governance yang melandaskan diri pada annual report world bank tentang indeks pembangunan manusia.
Konsep ini jika dilihat dari luar merupakan konsep yang sangat terbuka dimana pmerintah yang tadinya menutup ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam regulasi menjadi terbuka dimana masyarakat diberi ruang untuk terlibat dalam proses regulasi. Tentunya bukan dengan demokrasi langsung, karena tentunya pandangan mereka mengenai proses demokrasi hanya sebatas proses formal dan ceremonial sehingga pasti akan menuntut pembiayaan yang besar bagi prosesnya. Lagipula, mereka menganggap bahwa akan terlalu cair dan rumit jika masyarakat dengan berbagai kepentingannya dilibatkan dalam proses perencanaan belum lagi pengetahuan masyarakat akan pengambilan kebijakan sangat minim.
Dengan asumsi ini, pemerintah membatasi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan ruang dengan menentukan simpul-simpul masyarakat yang dianggap menjadi representasi masyarakat untuk dilibatkan dalam proses regulasi atau yang disebut oleh pemerintah sebagai stake holder publik. Konsep ini memberikan tiga ruang sesuai pada fungsi yang mereka putuskan untuk melakukan proses regulasi antara lain, pemerintah ebagai pemegang kewenangan pengambilan keputusan, pengusaha/swasta sebagai pembiaya proses regulasi, dan masyarakat sebagai objek regulasi.

Komposisi masyarakat disini diwakili oleh dua wadah yaitu TOGAMAS (tokoh agama dan masyarakat), dan kelompok intelektual yang diwakili oleh perguruan tinggi dan LSM. Anggota masyarakat lainnya yang merasa tidak dilibatkan sudah direduksi dalam bentuk TOGAMAS dan keterlibatan pemerintahan setempat.
Pola ini dianggap sudah efektif dan demokratis dan dalam pandangan idealnya proses regulasi dengan pola ini sangat representatif dan dapat menampung semua aspirasi masyarakat. Namun, dalam kenyataannya semua teori dan bangunan konsep pada dasarnya adalah statis namun dinamika sosial masyarakat sangatlah dinamis. Pola ini tidak hanya tidak mampu menanggapi perubahan sosial tapi juga cacat secara konsepsi. Partisipasi publik yang disarankan Bank Dunia ini sama sekali mereduksi posisi rakyat dan tidak mengabdi pada kepentingan rakyat, partisipasi publik dalam pola ini sama sekali tidak mampu menampung aspirasi rakyat jangankan menampung aspirasi bahkan merepresentasikan kepentingan rakyat pun tidak, karena partisipasi publik dalam hal ini sebenarnya bukan diabdikan untuk demokrasi dan perubahan sosial rakyat tapi hanya untuk memastikan kemudahan bagi masuknya modal untuk berakumulasi di suatu daerah dan menciptakan ilusi bahwa demokrasi liberal sudah membuka ruang publik untuk mempengaruhi kebijakan.
Jika kita tinjau lagi secara kritis dan ilmiah dengan mengkontradiksikannya dengan prinsip demokrasi jelaslah sudah kepalsuan ini akan terbuka. Partisipasi publik dalam hal ini memungkinkan pemerintah untuk lepas tangan dari pembiayaan regulasi dan membebankan semua pembiayaan regulasi kepada pengusaha yang berkepentingan untuk mengakumulasi modal di suatu tempat. Pemerintah hanyalah jembatan penghubung antara pengusaha dengan rakyat dengan mengambil jalan kompromi yang diberikan kepada rakyat yang akan terkena dampak sosial dari pembangunan.
Posisi pengusaha dalam setiap regulasi semakin menjadi dominan karena sebuah kebijakan tidak akan terlaksana tanpa pembiayaan mereka sehingga pemerintah harus bekerja keras untuk menarik mereka untuk menanam modal di tempatnya. Ketertarikan pengusaha terhadap suatu daerah tentunya tidak pernah dilandasi oleh kepedulian akan kemanusian atau bahkan keinginan untuk membangun suatu daerah sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah tersebut. Ketertarikan pengusaha terhadap suatu daerah tentunya dilandasi oleh kepentingan akumulasi modal mereka, yang mereka pandang adalah sejauh mana teritori tersebut menguntungkan mereka dalam proses akumulasi modal. Jika mereka bertindak sebagai produsen maka mereka akan melihat sebesar apa biaya produksi dapat direduksi di teritorial tersebut, sedangkan jika mereka bertindak sebagai distributor maka mereka akan melihat sebesar apa kemungkinan komoditas mereka akan laku jika dipasarkan di teritorial tersebut, itu artinya hanya janji akan keuntungan dan keuntungan lagi lah yang akan menarik perhatian para pengusaha untuk menanamkan modalnya ke suatu daerah dan karena keinginannya mengakumulasi keuntunganlah mereka akan membiayai regulasi yang akan menguntungkan akumulasi modal mereka di kemudian hari. Motifnya sederhana, setiap eksploitasi yang mereka lakukan dalam akumulasi modal akan berbenturan dengan kepentingan rakyat maka mereka membutuhkan kompromi dengan pemerintah sebagai pemegang otoritas publik untuk mengamankan proses akumulasinya. Jauh mengawang-awang jika kita mengharapkan kapitalisme akan berhenti mengeksploitasi dan memikirkan kemanusiaan.
Sedangkan, posisi masyarakat dalam pola ini sangatlah mengkhawatirkan. Semua posisi demokratiknya dan kepentingannya sudah direduksi dalam perwakilan yang nisbi. Kaum intelektual yang dianggap sebagai representasi masyarakat akan dengan mudah berpihak kepada pemerintah atau bahkan pemodal ketimbang kepada masyarakat umum apalagi masyarakat miskin. Hal ini disebabkan oleh posisi kalum intelektual yang pada umumnya merupakan kelas menengah yang lebih dekat aksesnya dengan kekuasaan ketimbang dengan rakyat. Belum lagi konsep TOGAMAS yang mereduksi semua hak demokratik rakyat, tokoh agama dan masyarakat di tentukan oleh status sosial di masyarakat. Jika dilihat dari logika umum di masyarakat, status sosial di masyarakat sangat di tentukan oleh kepemilikan pribadi (kekayaan) dan akses mereka terhadap kekuasaan.
Kita tidak menafikkan bahwa akses masyarakat terhadap pengetahuan akan proses regulasi sangat minim dan kepentingan masyarakat dalam sistem sosial kapitalisme terutama di kota sudah bergerak menjadi proses individuasi sehingga kepentingannya akan sebuah regulasi pun akan sangat beragam. Masyarakat juga pada umumnya tidak memahami arah pembangunan dan tidak terorganisir sehingga seringkali mudah dijebak dalam kompromi-kompromi ekonomi yang ditawarkan oleh pengusaha melalui pemerintah. Seharusnya permasalahan keterbatasan inilah yang dijawab bukannya malah menjadi legitimasi untuk membatasi keterlibatan masyarakat.

Esensi penataanruang Kota
Kota adalah tempat dimana manusia bermukim, berinteraksi satu sama lain dan mencari penghidupan. Kota mejadi padat karena banyaknya aktifitas interaksi manusia di dalamnya. Dalam pertumbuhannya kota tidak pernah menyusut melainkan akan selalu berkembang meluas dan semakin banyak interaksi manusia disana maka semakin meningkat juga kebutuhannya akan ruang.
Penataan ruang Kota bukanlah sekedar penataan tata letak bangunan dan jalan raya. Penataan ruang disini meliputi dua unsur yang tidak dapat dipisahkan secara prinsip yaitu mengenai dampak sosial dan interaksi manusia yang kemudian membutuhkan ruang bagi prosesnya, tata letak hanyalah menjawab bagaimana kita mengatur ruang itu untuk memaksimalkan interaksi manusia dan mengurangi dampak sosial negatif dari penataan ruang.
Kita dapat melihat contoh yang sangat nyata bagi dampak sosial yang disebakan oleh kesalahan penataan ruang seperti di rubahnya sebuah pasar tradisional menjadi trade center atau mall dimana pasar tradisional yang menjadi basis penghidupan ekonomi masyarakat sekitar tiba-tiba di hilangkan maka akan muncul pengangguran-penganguran baru dan keputusasaan masyarakat setempat yang terlihat dari meningkatnya kriminalitas di daerah tersebut. Kehancuran basis produksipun ikut menyumbangkan permasalahan bagi penataan ruang kota dengan menambah jumlah pengangguran dan maraknya perdagangan komoditas ritel sehingga jumlah pedagang eceran semakin hari semakin banyak melampai jumlah pekerja produksi, hal ini termanifestasi oleh maraknya pedagang kaki lima di kota-kota. Pembangunan yang berwatak kapitalistik pun semakin memperparah kondisi ruang kota, masyarakat tidak lagi memiliki ruang publik yang dapatr diakses secara Cuma-Cuma, kemacetan di jalan-jalan raya yang disebabkan oleh tidak adanya pembatasan jumlah kendaraan dan sistem transportasi yang tidak efektif memperparah kondisi tata ruang kota.
Pemerintah dan kaum intelektual juga seringkali melakukan pembahasan-pembahasan yang melenceng dari penataan ruang yaitu masalah estetika yang di jadikan sebagai prioritas untuk berebut penghargaan kota/kabupaten mana yang paling indah, bersih dan rapih, namun pada kenyataannya kehendak estetika ini seringkali menjadi pembenaran bagi penggusuran pemukiman kumuh tanpa relokasi. Pembahasan mengenai estetika melampaui pembahasan mengenai fungsi ruang sehingga seringkali penataan ruang malah menimbulkan konflik di tingkatan masyarakat. Kebutuhan akan pembangunan pun bukan berasal dari keinginan rakyat melainkan adalah keinginan pemodal yang sama sekali tidak melibatkan rakyat.
Kota bukan hanya menjadi pusat interaksi manusia semata karena interaksi manusia dan konsentrasi manusia pada satu wilayah pasti memiliki motif. Motif inilah yang harus kita pertimbangkan.
Berkumpulnya manusia disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan, kota dalam hal ini telah menjadi tempat yang menarik konsentrasi manusia karena kota merupakan pusat interaksi modal yang bergerak di wilayah produsen bahan baku atau bahan setengah jadi di sekitarnya. Hal ini menyebabkan membesarnya peluang yang tersedia bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya atau dengan kata lain mempengaruhi jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan baik formal maupun informal. Akumulasi modal inilah yang semakin membutuhkan ruang sehingga kota tidak menciut namun makin meluas.
Jika melihat hal ini dapat kita katakan bahwa kota adalah pusat interaksi manusia dalam pemenuhan kebutuhan sehingga efisiensi, efektifitas dan estetika haruslah berkesesuaian dengan fungsi kota itu sendiri. Penataan ruang kota haruslah diprioritaskan untuk menjawab masalah harmonisasi tata letak dan interaksi manusia yang bermukim di kota tersebut dibandingkan dengan kehendak elite pengusaha untuk melakukan akumulasi modal dan kehendak kaum intelektual mengenai estetika.
Dalam pemahaman ini, permasalahan penataan ruang akan bermuara pada dua aspek yang telah kita bahas sebelumnya yatu pada dampak sosial dari penataan ruang dan fungsi dari tata letak ruang yang akan menjamin harmonisasi ruang.
Untuk menjawab dua aspek permasalahan tata ruang ini kita harus menghindari watak akumulasi tanpa fungsi dan membatasi pembangunan dalam artian pembangunan harus dilandasi oleh kebutuhan langsung masyarakat untuk menjamin kesejahteraan mereka. Pembangunan kota dengan landasan tersebut akan membatasi penggunaan lahan dan pendirian bangunan baru yang tidak atau belum diperlukan oleh masyarakat di daerah tersebut.
Pembangunan kota dan penataan kota yang mengabdi kepada masyarakat dapat menghindari penumpukan bangunan tak terpakai karena bangunan hanya akan di bangun dan ditata jika tepat guna bagi masyarakat, pembangunan dan penataan kota juga tidak boleh deterministik dan kaku untuk mengantisipasi pertumbuhan kota dan penduduk sehingga hal yang harus di perhatikan adalah bagaimana pembangunan kota dan penataan ruang kota haruslah berkelanjutan dan dinamis.

Membangun Kota yang Berkelanjutan
Kita sudah dapat mendeskripsikan mengenai bagaimana pola regulasi penataan ruang dan siapa saja yang terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai penataan ruang tersebut. Kita tidak dapat mempercayakan penataan ruang kota yang berkelanjutan kepada regulator-regulator yang meminimalisir keterlibatan masyarakat karena hanya masyarakatlah yang mengetahui apa yang dibutuhkan oleh mereka dan apa yang penting bagi mereka. Kota yang berkelanjutan sangat membutuhkan bahkan bergantung pada partisipasi rakyat di teritorial tersebut dalam menentukan apa yang perlu dibangun dan apa yang perlu di tata ulang di teritorialnya sehingga penataan ruang bermanfaat bagi mereka.
Rakyat haruslah dilibatkan dalam proses regulasi penataan ruang secara langsung, keterlibatan ini perlu dijamin dalam wadah yang demokratis dan partisipatoris sehingga semua pendapat dan ide yang menyebar di tingkatan rakyat bisa digali dan di eksplorasi dengan proses yang nyata.
Melihat komposisi keterlibatan rakyat yang sangat minim dalam pola regulasi penataan ruang sebelumnya, hal pertama yang harus kita lakukan adalah merombak posisi keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang dengan mengembalikan proses regulasi ke tangan rakyat. Kita tidak dapat mempercayakan secara langsung hak representatif kepada tokoh agama dan masyarakt tanpa ruang demokrasi di tingkatan rakyat. Artinya, rakyat membutuhkan paradigma representatif baru yang bukan taken for granted tapi paradigma representatif yang berasal dari konsensus rakyat itu sendiri. Seorang atau sekelompok representasi rakyat adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat melalui proses demokratis melalui kesepakatan bersama dan dapat mempertanggung jawabkan penugasannya kepada rakyat yang memilihnya melalui proses demokratis juga.
Proses ini akan mendegradasi legitimasi status sosial dan menggantikannya dengan legitimasi konsensus, entah yang terpilih adalah tokoh ataupun masyarakat biasa asalkan mereka terpilih secara demokratis melalui konsensus rakyat dan dapat mempertanggung jawabkan penugasannya dihadapan rakyat. Indikator bagi representator adalah kemampuan mereka membawa kehendak rakyat dan konsensus rakyat menjadi keputusan pada proses regulasi penataan ruang. Proses demokratik ini dapat di laksanakan dengan menggunakan sruktur yang sudah ada di masyarakat sesuai tingkatannya. Prosesnya dapat dianalogikan sebagai berikut ; masyarakat yang terintegrasi dalam struktur terkecil yaitu Rukun tetangga / RT melakukan rapat untuk memutuskan apa yang di inginkan masyarakatnya mengenai penataan ruang dan menentukasn representatifnya di rapat tingkatan RW, begitupun selanjutnya sampai ke tingkatan kota / kabupaten. Hasil rapat atau keputusan di tiap tingkatan harus disosialisasikan oleh representator kepada konstituen mereka di setiap tingkatan. Proses demokratik ini akan melibatkan masyarakat secara penuh sehingga kegiatan penataan ruang kota akan menjadi proses integral dari masyarakat itu sendiri.
Selanjutnya, hal kedua adalah mengembalikan posisi kaum intelektual dan LSM/ORNOP pada posisinya yaitu sebagai stakeholder pendukung dan meminimalisir keterlibatan mereka dalam proses regulasi dan ditempatkan hanya sebagai advisor yang sewaktu-waktu dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan ilmiah terhadap penataan ruang namun tidak memiliki hak untuk ikut mengambil keputusan. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan partisipasi rakyat dan meminimalisir dominasi pengetahuan mereka yang seringkali membelokkan proses regulasi penataan ruang karena tendensi mereka yang secara struktural lebih dekat terhadap kekuasaan dan pengusaha dibandingkan masyarakat. Kelompok ini saat ini memiliki legitimasi melebihi komposisi seharusnya bahkan diangga sebagai representasi masyarakat yang akhirnya mereka mendapatkan keuntungan dari kompromi-kompromi yang dilakukan oleh pemerintah dan pengusaha. Kelompok ini juga yang seringkali membelokkan masalah fungsi penataan ruang bagi interaksi manusia menjadi sebatas estetika yang tidak tepat guna.
Kemudian, hal ketiga adalah membatasi peran pengusaha dengan legitimasi keputusan konsensus rakyat, dalam hal ini pembangunan dan masuknya modal hanya dapat diterima jika rakyat memang membutuhkannya dan jika rakyat tiak membutuhkannya maka pembangunan dan masuknya modal dari pengusaha harus dibatasi atau di tolak sama sekali.
Dalam mewujudkan kota yang berkelanjutan dan mengabdi kepada masyarakat, pemerintah haruslah berposisi di pihak rakyat dalam regulasi penataan ruang. Pemerintah harus menjamin keterlibatan mayarakat secara penuh dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. Rakyat dalam hal ini harus juga terorganisir dengan baik dan memiliki kemampuan pressure politik jika proses regulasi mulai melenceng dari jalurnya.

*Sekretaris Wilayah LMND Jawa Barat