Rabu, November 26, 2008

Krisis Global dan Krisis Kapitalisme (Part 1)

oleh ; *Andrew B.H.L

A“La croissance est un folie”

Sebuah coretan anti FED di Lausanne

Kapitalisme secara umum tidak mempunyai definisi yang secara universal dapat diterima oleh semua pihak. Tapi secara umum dapat dilihat sebagai:

  • sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa pada masa abad ke-16 hingga abad ke-19 - yaitu di masa perkembangan perbankan komersial Eropa, di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas di mana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal.
  • teori yang saling bersaing yang berkembang pada abad ke-19 dalam konteks Revolusi Industri, dan abad ke-20 dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk membenarkan kepemilikan modal, untuk menjelaskan pengoperasian pasar semacam itu, dan untuk membimbing penggunaan atau penghapusan peraturan pemerintah mengenai hak milik dan pasaran.
  • suatu keyakinan mengenai keuntungan dari menjalankan hal-hal semacam itu.

Dilihat dari sejarah, kapitalisme telah tumbuh dan berkembang dan menyebar ke seluruh penjuru dunia seperti jamur. Kapitalisme diklaim oleh beberapa pihak sebagai sistem yang terbaik di dunia. Dengan alasan, bahwa kapitalisme telah memberikan apa yang tidak pernah terjadi dalam sistem yang lain; yaitu kekayaan yang sangat besar. Kapitalisme sendiri terus berkembang sampai kepada era milenium ketiga ini. Transformasi atau “perbaikan” terus dilakukan oleh pihak-pihak yang mengklaim Kapitalisme ini sebagai yang terbaik, untuk membuktikan kepada dunia, bahwa Kapitalisme adalah yang terbaik. Untuk hal ini, kaum cendekiawan yang sepakat dengan hal ini melakukan berbagai riset, penelitian, dan mengeluarkan buku atau jurnal yang mendukung hal tersebut. Keberhasilan sistem ini dipropagandakan secara luas dan besar besaran keseluruh dunia. Dengan memanfaatkan alat alat produksi yang dikuasai oleh kaum kapitalis, yaitu media. Seluruh dunia dibombardir dengan iklan, yang menunjukkan apa saja yang telah dan dapat dilakukan dengan menganut sistem ini. Maka dengan cepat dan pasti, paham kapitalisme terus meluas dan “diakui” oleh negara negara dunia sebagai yang terbaik bagi mereka.

Apakah memang benar Kapitalisme adalah yang terbaik di Indonesia? Apakah kapitalisme adalah yang terbaik bagi Indonesia?

Sejak lahirnya paham Kapitalisme sampai sekarang, kita sudah melihat bagaimana Kapitalisme ini telah memperlakukan kita. Saya tidak akan membahas secara detail paham Kapitalisme disini, tetapi saya akan mencoba menawarkan sesuatu yang saya harap akan menggugah pikiran dan perasaan dengan kaca mata yang berbeda.

Paham Kapitalisme, mulai berkembang di Indonesia sejak periode 1980-an. Hal ini dibungkus dengan kebijakan paket deregulasi dan debirokratisasi. Paham ini menemukan momentumnya pada saat Indonesia mulai merasakan tanda tanda krisis pada tahun 1995. Dengan merosotnya nilai rupiah, bahkan pernah mencapai nilai tukar 1$ = 16 ribuan rupiah, pemerintah mengundang IMF(International Monetary Fund) untuk memulihkan kondisi perekonomian Indonesia yang pada saat itu sudah sangat kritis. Sebagai syarat pencairan dana talangan IMF, pemerintah Indonesia harus atau wajib melaksanakan patuh terhadap paket kebijakan Konsensus Washington. Konsensus Washington adalah paket kebijakan yang menjadi menu dasar SAP(Structural Adjustment Program) IMF yang garis besarnya adalah:

  1. pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya.
  2. pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan.
  3. pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan.
  4. pelaksanaan privatisasi BUMN.

Kemudian pemerintah Indonesia menandatangani LOI(Letter Of Intentent) dengan IMF, yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, sekaligus memberikan peluang masuknya perusahaan perusahaan multinasional ke Indonesia serta kebijakan privatisasi beberapa BUMN, beberapa diantaranya Indosat, Telkom, PT.Timah, dan Aneka Tambang. Dan hal ini masih terus dilakukan pemerintah Indonesia; walaupun sudah berganti pemerintahan, sampai sekarang, walaupun pemerintah Indonesia sudah ”tidak” bekerja sama lagi dengan IMF. Semenjak Indonesia mengalami krisis moneter yang melanda Indonesia pada medio 1997 sampai sekarang, pemerintah mengklaim bahwa perekonomian Indonesia sudah mulai membaik, dengan menunjukkan parameter parameter yang diklaim dapat menunjukkan nilai nilai peningkatan tersebut. Misalnya, pendapatan per kapita (dengan pola distribusi yang sangat tidak merata, dimana jumlah penduduk Indonesia dengan penghasilan dibawah 1 juta rupiah hampir 50% nya), peningkatan investasi di Indonesia(dengan fakta bahwa hampir setengah investasi yang ada di Indonesia adalah asing dan dengan kontrak kontrak yang tidak transparan), jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan (dengan definisi kemiskinan yang sangat rancu, versi Indonesia dan versi PBB), dan lain sebagainya. Jadi ada perbedaan pandangan yang sangat mendasar antara pemerintah dan masyarakat dalam segala hal. Mulai dari definisi, sampai pada tingkat pelaksanaan. Hal ini sangat tidak baik, karena masyarakat dan pemerintah seharusnya bekerja sama.

Beberapa waktu yang lalu, bapak presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pidato mengenai krisis yang sedang melanda Indonesia. Bapak presiden mengatakan (kira kira seperti ini), bahwa bangsa Indonesia tidak akan mengalami dampak yang terlalu signifikan, dan krisis yang terjadi sekarang adalah tidak sama dengan krisis yang terjadi di masa lampau (1997-1998), dan oleh karena itu, bangsa Indonesia tidak perlu panik menghadapi hal ini. Dan pemerintah akan selalu memonitor perkembangan pasar dan akan mengambil langkah langkah yang dianggap perlu untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia. Tapi sebenarnya apa yang terjadi pada krisis tahun 2007-2008 ini?.

Ada ahli yang mengatakan bahwa ini adalah sebuah siklus 10 tahun-an. Ibarat penyakit, ini adalah sakit yang kambuhan dengan periode 10 tahun, mungkin adalah analogi yang tepat untuk menggambarkan pernyataan ahli ekonomi tersebut. Ini berarti krisis seperti ini adalah hal yang biasa dalam sistem perekonomian, kesimpulan yang saya tangkap adalah krisis ini adalah permanen terjadi setiap 10 tahun. Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa ini adalah akibat dari tindakan tindakan dari beberapa individu (pelaku pasar) untuk meraup keuntungan, dan membuat pasar tidak seimbang. Banyak ahli yang mengatakan krisis ini disebabkan oleh krisis kredit atau ”credit crunch” (versi beberapa media internasioanal) yang muncul pada awal Agustus 2007. Hal ini menyebabkan hilangnya kepercayaan investor atau nasabah terhadap pihak perbankan. Ini kemudian memicu terjadinya krisis likuiditas atau liquidity crisis. Beberapa ahli menganalisa hal ini disebabkan oleh krisis sb-prime mortgage. Dengan menjadikan sistem ekonomi tidak lagi berbasiskan persediaan melainkan permintaan, menggunakan sektor jasa sebagai badan ekonomi maka yang menjadi jantungnya adalah konsumen. Oleh karena itu, pemerintah (dalam hal ini adalah Amerika Serikat) berusaha mengarahkan masyarakatnya untuk selalu berbelanja dan menghabiskan uang, agar ekonomi nya selalu sehat. Bagian terbesar dari pengeluaran konsumen adalah pembelian rumah dan pembayaran hipotek rumah. Kebutuhan akan rumah ini juga akan memicu kebutuhan yang lain seperti kebutuhan akan furnitur, dan peralatan rumah, dan konstruksi. Jadi sektor ini adalah sektor yang paling menggiurkan untuk digarap oleh para investor. Akhirnya tidak hanya pasar prime (orang yang memiliki skor kredit (FICO) kurang dari 620) tapi pasar sub-prime(kebalikan dari prime) pun digarap. Kenapa? Karena dengan membebani hipotek mortgagor dengan suku bunga yang lebih tinggi daripada suku bunga komersial, akibat semakin besarnya resiko default (gagal bayar), apabila mortgagor gagal membayar, maka mortgagee dapat memperoleh kembali properti yang dijaminkan dan menjualnya kembali di pasar properti yang harganya naik. Tidak puas dengan hal ini, kemudian mortgagee ini menjual piutang piutang ini dengan surat surat berharga dengan bekerja sama dengan perusahaan sekuritas di pasar saham. Dan dengan semakin maraknya pasar ini, maka semakin banyak bank investasi yang menanamkan atau membeli saham ini. Ada 2 tipe investasi yang dilakukan:

  1. menjadi pemilik agunan hutang obligasi (CDO), Collateralised Debt Obligations.
  2. menjadi pemilik sekuritas beragun hipotek (MBS), Mortgage-backed Securities.

Perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah, CDO adalah investasi terhadap cash flow yang terdapat pada aset aset, MBS adalah dimana sebuah bank menjual menjual sebuah hutang sebagai satu produk. Sebagai imbalan dari ongkos pembelian produk tersebut, para pemilik obligasi menerima pembayaran hutang secara teratur. (bersambung)


*Ketua LMND Bandung

1 komentar:

infogue mengatakan...

Artikel anda:

http://dunia-bisnis.infogue.com/
http://dunia-bisnis.infogue.com/krisis_global_dan_krisis_kapitalisme_part_1_

promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema untuk para netter Indonesia. Salam!