Selasa, Januari 06, 2009

WATAK KEKERASAN KAPITALISME


“La croissance est un folie”

Sebuah coretan anti FED di Lausanne










Tulisan saya buat menjelang akhir tahun 2008 dan sehari sebelum hari yang sangat ditunggu tunggu oleh umat Kristiani setiap tahunnya. Mungkin beberapa media, baik cetak dan elektronik sudah terlebih dahulu melakukannya, tetapi saya juga tidak malu untuk melakukan ini. Yaitu, sebuah renungan dalam tahun 2008, mengenai apa saja yang sudah terjadi dan dialami oleh bangsa ini. Ibarat refleksi bayangan diatas permukaan air kolam yang beriak, mungkin itulah kalimat yang bisa saya pakai sebagai analogi dari perjalanan bangsa ini selama tahun 2008.

Seperti dalam tulisan saya sebelumnya, saya memaparkan sebuah kejadian dan dampak yang dialami oleh bangsa ini. Maka dalam tulisan ini, saya mencoba melihat satu sisi yang kelam dari bangsa ini yaitu kekerasan. Kekerasan yang dilakukan oleh bangsa ini terhadap sesamanya. Saya bertanya tanya, apakah kekerasan sudah ada dalam DNA bangsa ini. Apakah kekerasan sudah menjadi hal yang lazim kita saksikan dalam kehidupan sehari hari. Atau justru kekerasan adalah kebutuhan kita dalam kehidupan kita. Ini selalu muncul dalam benak saya.

Dalam sejarah yang saya pelajari selama mengecap pendidikan dasar sampai menengah, saya sudah mengetahui bahwa perang sudah menjadi bagian dari sejarah berdirinya negara ini. Tapi yang saya percaya dalam sejarah itu adalah, bahwa bangsa ini berperang dalam konteks untuk mempertahankan sesuatu yang prinsipil dalam kehidupan kebangsaannya, yaitu kemerdekaan. Inilah yang menjadi keyakinan saya sampai sekarang, bahwa kemerdekaan menjadi sesuatu yang prinsipil untuk dipertahankan sehingga kita tidak akan segan untuk mencurahkan air mata, keringat bahkan darah untuk kemerdekaan itu.


Pada masa pra kemerdekaan, bangsa ini melawan penjajah demi kemerdekaannya. Kemerdekaan untuk berbangsa, bernegara. Kemerdekaan untuk mengatur hidupnya sendiri. Merdeka dari segala bentuk penindasan, penghisapan, dan penderitaan. Sehingga para pendahulu bangsa ini tidak akan segan segan untuk mengorbankan apapun untuk itu. Sekarang, pada masa ini, bangsa ini juga sedang mengalami penindasan, penderitaan. Penindasan, yang telah disistemasi sedemikian rupa, sehingga prosesnya berjalan dengan cepat, tanpa rasa sakit yang berlebihan. Masyarakat harus segera sadar dengan kondisi ini, masyarakat harus berpikir lebih bijak dan bertindak dengan tepat, dalam menganalisa keadaan.

Sepanjang tahun 2008, bahkan di tahun tahun sebelumnya, banyak sekali kasus kasus kekerasan yang terjadi dan masih belum jelas keberlanjutannya. Dari yang dimulai dengan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pemimpin keluarga terhadap keluarganya sendiri, sampai kekerasan yang dilakukan oleh pemimpin bangsa ini terhadap bangsanya sendiri, bahkan untuk yang satu ini dilakukan dengan sistematis dan rapi. Mata, telinga, dan mulut bangsa seolah tertutup, atau ditutup saya tidak tahu, sehingga yang terlihat adalah ketenangan, seolah olah tidak terjadi apa apa.


Dalam dunia kapitalisme, tidak ada yang salah atas nama profit, sehingga yang terjadi adalah hal hal yang tidak bisa dimasuk akal. Atas nama demokrasi, maka Amerika Serikat menginvasi Irak, bahkan rencana selanjutnya adalah mungkin Afghanistan. Padahal yang sebenarnya adalah Amerika Serikat mengincar dan mencoba mengamankan aset asetnya di Irak dan kawasan lain yang berdekatan dengan Irak. Kebijakan ini sendiri dikritisi habis habisan oleh warga Amerika Serikat, tetapi Pemerintah Amerika Serikat tetap menjalankan kebijakan ini. Terkesan cuek, tetapi semua ini dilakukan demi kapital. Hal ini juga saya amati sudah berlangsung sejak lama di Indonesia, tidak identik, tetapi konsep yang sama. Yaitu, atas nama kapital, maka semua tindakan tidak peduli itu benar atau salah di mata hukum (Indonesia atau Internasional), melanggar prinsip bangsa atau tidak, bahkan kesapakatan awal mendirikan bangsa ini pun akan dilanggar, untuk menjaga stabilitas dan perkembangan kapital akan dilakukan tanpa ragu ragu.

Salah satu yang cukup vulgar, adalah pembakaran basis Serikat Tani Riau (STR). Konflik ini adalah konflik yang terjadi antara petani dan pemilik modal yaitu PT. Arara Abadi, salah satu anak perusahaan dari Sinar Mas. Berawal dari konflik kecil, dan berujung dengan pembakaran rumah penduduk. Dalam kronologis1 yang diberikan oleh STR, disebutkan bahwa ini adalah perintah atasan. Dengan bekal itulah, pengusiran, penangkapan bahkan pembakaran seolah olah dilegitimasi untuk dilakukan oleh aparat yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat. Media cetak dan elektronik lokal tidak mengetahui penderitaan yang dialami oleh para petani ini. Tidak tahu, atau pura pura tidak tahu, atau dipaksa untuk tidak tahu, saya pun tidak tahu. Tapi saya percaya dengan apa yang telah dilaporkan oleh Serikat Tani Riau dalam catatan kronologisnya. Dalam alam demokrasi (klaim pemerintah mengenai keadaan umum Indonesia), sulit sekali diterima akal bahwa kejadian seperti ini terjadi bahkan luput dari media. Ini adalah bukti dari apa yang sudah saya paparkan sebelumnya diatas. Dan masih konsisten dilaksanakan oleh kaum kapitalis di tanah Indonesia. Bukan tidak mungkin juga, hal ini sebenarnya juga terjadi di belahan lain Indonesia, dan di masa depan juga akan terulang lagi, atau mungkin lebih parah dan vulgar.


Ini yang menjadi watak dari kaum kapitalis, dan secara langsung telah diyakini menjadi watak dari bangsa ini dalam bertindak, karena Indonesia sudah menjadi bagian dari kapitalisme (diakui atau tidak). Dalam perjalanan sejarah bangsa ini, tidak sedikit air mata dan darah yang ditumpahkan atas nama stabilitas dan perkembangan modal. Dari ujung Serambi Mekah sampai Bumi Cendrawasih tidak luput dari catatan hitam. Kebijakan di semua lini kehidupan bangsa ini, dirombak sedemikian rupa, agar bisa mentolerir kejadian kejadian ini. Politik, ekonomi, hukum, sosial, dan pertahanan dan keamanan adalah bagian bagian yang dirombak dan disesuaikan dengan kemauan kaum kapitalis.


Kekerasan bukan sesuatu yang lazim kita saksikan dalam kehidupan sehari hari. Kekerasan juga bukan suatu nilai yang diwariskan oleh nenek moyang. Kekerasan adalah nilai yang dibuat oleh sistem kapitalisme. Kekerasan merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan untuk mempertahankan stabilitas dan perkembangan kapital untuk mencapai margin profit yang semaksimal mungkin. Selama bangsa ini masih di dalam dunia kapitalisme, maka kekerasan akan menjadi sesuatu yang akan terus terjadi. Sebuah kesimpulan yang prematur mungkin. Tetapi ini adalah yang saya amati di dunia tempat saya hidup, dunia yang sangat rentan dengan kekerasan.


1Catatan kronologis dapat dilihat di www.papernas.org


Andrew Bonifasius Hero Limbong

(Eksekutif Kota LMND Bandung)

Tidak ada komentar: